Maandag 17 Junie 2013

unsur-unsur puisi lapisan bunyi dan maknanya



BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang

Puisi merupakan salah satu bentuk sastra yang populer di tengah-tengah masyarakat. Keindahan pemakaian bahasanya dapat menarik pembaca dan pendengarnya dan membawa suasana yang puitis. Puisi juga membawa suatu pengajaran tentang kehidupan dan dengan bahasanya yang sederhana namun memiliki makna yang padat dan luas. Dalam sebuah puisi tentunya mempunyai struktur yang membangun puisi itu sendiri dan dengan adanya struktur puisi itu diharapkan mampu memahami hakekat dari puisi.
Puisi yang baik lazimnya menawarkan serangkaian makna kepada pembacanya. Untuk menangkap rangkaian makna itu, tentu saja pembaca perlu masuk ke dalamnya dan mencoba memberi penafsiran terhadapnya. Langkah dasar yang dapat dilakukan untuk pemahaman itu adalah ikhtiar untuk mencari tahu makna teks. Sebagai sebuah teks, puisi menyodorkan makna eksplisit dan implisit. Makna eksplisit dapat kita tarik dari perwujudan teks itu sendiri pilihan katanya, rangkaian sintaksisnya, dan makna semantisnya. Pilihan kata atau diksi menyodorkan kekayaan nuansa makna rangkaian sintaksis berhubungan dengan maksud yang hendak disampaikan. Adapun makna implisit berkaitan dengan interpretasi dan makna yang meyertai di belakang puisi bersangkutan (Mahayana, 2005: 260).
1.2        Rumusan Masalah
             1. Apa saja unsur-unsur yang terdapat dalam struktur puisi ?
              2. Apa yang dimaksud lapisan bunyi dan maknanya ?

1.3         Tujuan Penulisan
              1. Mengetahui dan memahami unsur-unsur struktur dalam puisi
              2. Mengetahui lapisan bunyi dan maknanya





BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Struktur Puisi
     Puisi adalah sebuah struktur. Dalam pengertian struktur tersirat adanya unsur-unsur yang menyusun struktur itu. Bagian atau unsur-unsur struktur itu erat saling berhubungan.   Dalam puisi akan dijumpai dua proses yang disebut dengan proses konsentrasi dan proses intensifikasi. Proses konsentrasi yakni proses pemusatan terhadap suatu fokus suasana dan masalah atau pemusatan segala kesan, perasaan, pikiran dan persoalan. Sedangkan proses intensifikasi adalah proses pendalaman terhadap suasana dan masalah. Dan dengan intensifikasi akan timbullah kesan emosionil, sehingga terdapatlah suatu suasana (suasana puitis). Unsur-unsur struktur puisi membantu tercapainya kedua proses itu. Inilah hakekat puisi, yang kurang terlihat dalam proses (cerita-rekaan, kritik dan drama).

2.2     Struktur Batin Puisi
     Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut:
a.   Tema/makna (sense). Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan;
b.   Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya;
c.               Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca;
d.   Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya;

2.3       Struktur Fisik Puisi
      Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
a.   Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi;
b.   Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik);
c.    Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair;
d.   Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan;
e.   Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks;
f.     Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi (kata), dan sebagainya (Waluyo, 187:92), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

2.4       Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
a.               Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme dan rima;
b.   Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang;
c.   Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema;
d.   Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.

2.4.1 Unsur-unsur Pembentuk Puisi

2.4.1.1 Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan kata yng bermakna tepat dan selaras, yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan khalayak pembaca atau pendengar              ( Suroto, 1989: 112).  
2.4.1.2 Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif (Prapodo, 2005: 22). Bunyi disamping hiasan dalam puisi juga mempunyai tugas untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.
2.4.1.3 Rima
Rima adalah persamaan atau pengulanhan bunyi baik diawal larik atau diakhir larik. Didalamnya masih mengandung berbagai aspek yang meliputi, rima akhir, rima dalam, rima rupa, rima identik, rima sempurna, asonansi, dan aliterasi.
2.4.1.4 Irama
Irama adalah panduan bunyi yang menimbulkan efek musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, kuat-lemah, panjang-pendek, maupun tinggi-renah, yang kesemuanya dapat menimbulkan kemerduan bunyi, kesan suasana serta makna tertentu.
2.4.1.5 Ragam Bunyi
Ragam bunyi meliputi bunyi eufoni , kakofoni, dan onomatope. Penggunaan kombinasi atau pengulangan bunyi vokal (a, I, u, e, o) dan sengau (m, n, ng, ny) menimbulkan efek yang merdu dan berirama (eufoni). Bunyi ini menimbulkan keriangan, vitalitas maupun gerak. Sebaliknya kombinasi bunyi yang tidak merdu dan terkesan parau (kakafoni) misalnya k, p, t, s, b, p, m terkesan berirama berat lebih cocok utuk menimbulkan kesan kekuatan, tekanan, kekecauan, kahancuran, galau, gelisah, dan amarah.
2.4.1.6 Bahasa Puisi
Bahasa merupakan sarana ekspresi dalam penulisan puisi (Pratiwi, 2005: 78). Bahasa kias menyebabkan puisi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran hidup, dan terutamamenimbulkan kejelasan gambaran angan (Pradopo, 2005: 54)
2.4.1.7 Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama (Jabrohim, 2004: 54). Penulis puisi membuat puisi dengan cara menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual (Aminudin, 2002: 146; Dermawan, 1999: 44)
2.4.1.8 Isi Puisi
Menurut Waluyo (2001: 65) isi puisi mencakup tema, perasaan penyair, nada, dan amanat. Tema adalah  sesuatu yang menjadi pemikiran penulis puisi. Tema juga dapat dikatakan sebagai ide dasar suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna puisi. Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Penulis puisi bisa bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bisa jadi penulis puisi bersikap lugas, hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca
2.4.1.9 Imaji dan Simbol
Dalam menulis sebuah puisi, biasanya penyair tidak hanya menggunakan kata-kata yang bermakna lugas atau denotatif, tatapi menggunakan kata-kata yang bermakna atau mengandung arti lain atau konotatif. Dalam hubungannya dengan  arti konotatif, imaji dan simbol mempunyai hubungan. Persamaanya adalah bahwa baik citra maupun simbol bermakna konotatif. Adapun perbedaannya  adalah terletak pada cara pengungkapannya.
2.5   Lapis Bunyi
Bunyi di samping sebagai hiasan dalam puisi, juga mempunyi tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, untuk menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.

2.6   Lapis Arti
Puisi itu adalah unsur yang kompleks. Puisi itu mempergunakan banyak sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan jaringan efek yang sebanyak-banyaknya (Altenbern, 1970: 4-5). Karena puisi itu merupakan struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya (atau untuk memberi makna) harus dianalisis (Hill, 1966: 6). Dengan dianalisis itu diketahui unsur-unsurnya yang bermakna atau yang harus diberi makna.

2.7  Lapis Dunia
Menceritakan suasana yang dirasakan sangat tidak enak, sangat pahit. Sama seperti halnya pada masa penjajahan Jepang terhadap indonesia. Dan mengungkapkan bahwa penyair larut dalam suasana itu. Dengan selalu memberikan pengharapan dan berdo’a dan penyair pun dengan penuh semangat bangkit memberontak. Tetapi semua usaha-usaha tersebut hanya sia-sia, dan penyair hanya bisa pasrah dengan takdir yang telah di tetapkan oleh Tuhan.

2.8 Lapis Metafisis
lapis metafisis, berupa sifat-sifat metafisis (yang sublim, yang tragis, mengerikan ataumenakutkan dan yang suci), dengan sifat-sifat ini seni dapat memberikan kontemplasi pada pembacanya (Joko Pradaopo, 2010:15).


 





















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Puisi adalah sebuah struktur. Dalam pengertian struktur tersirat adanya unsur-unsur yang menyusun struktur itu. Bagian atau unsur-unsur struktur itu erat saling berhubungan.
struktur puisi meliputi dua hal yaitu:
1.   Struktur Batin Puisi;
2.   Struktur Fisik Puisi.

Unsur-unsur Pembentuk Puisi yaitu:
1 Diksi;
2 Bunyi;
3 Rima;
4 Irama;
5 Ragam Bunyi;
6 Bahasa Puisi;
7 Tipografi;
8 Isi Puisi;
9 Imaji dan Simbol.

Lapis Bunyi
Bunyi di samping sebagai hiasan dalam puisi,  juga mempunyi tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, untuk menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.

Lapis Arti
Puisi itu adalah unsur yang kompleks. Puisi itu mempergunakan banyak sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan jaringan efek yang sebanyak-banyaknya (Altenbern, 1970: 4-5).

Lapis Dunia
Menceritakan suasana yang dirasakan sangat tidak enak, sangat pahit.

Lapis Metafisis
lapis metafisis, berupa sifat-sifat metafisis (yang sublim, yang tragis, mengerikan ataumenakutkan dan yang suci), dengan sifat-sifat ini seni dapat memberikan kontemplasi pada pembacanya (Joko Pradaopo, 2010:15).

3.2 Saran
Dalam penggunaan struktur-struktur puisi terutama struktur puisi gayabahasa hendaklah menggunakan kata-kata yang mudah dipahami sehingga tujuan dari pembuatan puisi tersebut mudah dipahami pembacanya.


 





















Daftar Rujukan

Djoko Pradopo,Rachmat. 2001. Puisi. Pekanbaru
Atmazaki. 2006. Kiat-kiat mengarang dan menyunting. Padang:Citra Budaya

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking