BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puisi merupakan salah satu bentuk sastra yang
populer di tengah-tengah masyarakat. Keindahan pemakaian bahasanya dapat
menarik pembaca dan pendengarnya dan membawa suasana yang puitis. Puisi juga
membawa suatu pengajaran tentang kehidupan dan dengan bahasanya yang sederhana
namun memiliki makna yang padat dan luas. Dalam sebuah puisi tentunya
mempunyai struktur yang membangun puisi itu sendiri dan dengan adanya struktur
puisi itu diharapkan mampu memahami hakekat dari puisi.
Puisi yang baik lazimnya menawarkan serangkaian makna
kepada pembacanya. Untuk menangkap rangkaian makna itu, tentu saja pembaca
perlu masuk ke dalamnya dan mencoba memberi penafsiran terhadapnya. Langkah
dasar yang dapat dilakukan untuk pemahaman itu adalah ikhtiar untuk mencari
tahu makna teks. Sebagai sebuah teks, puisi menyodorkan makna eksplisit dan
implisit. Makna eksplisit dapat kita tarik dari perwujudan teks itu sendiri
pilihan katanya, rangkaian sintaksisnya, dan makna semantisnya. Pilihan kata
atau diksi menyodorkan kekayaan nuansa makna rangkaian sintaksis berhubungan
dengan maksud yang hendak disampaikan. Adapun makna implisit berkaitan dengan
interpretasi dan makna yang meyertai di belakang puisi bersangkutan (Mahayana,
2005: 260).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur-unsur yang terdapat dalam
struktur puisi ?
2. Apa yang dimaksud lapisan bunyi dan
maknanya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami
unsur-unsur struktur dalam puisi
2. Mengetahui lapisan bunyi dan maknanya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Struktur Puisi
Puisi adalah sebuah struktur. Dalam pengertian struktur tersirat adanya
unsur-unsur yang menyusun struktur itu. Bagian atau unsur-unsur struktur itu
erat saling berhubungan. Dalam puisi akan dijumpai dua proses
yang disebut dengan proses konsentrasi dan proses intensifikasi.
Proses konsentrasi yakni proses pemusatan terhadap suatu fokus suasana dan
masalah atau pemusatan segala kesan, perasaan, pikiran dan persoalan. Sedangkan
proses intensifikasi adalah proses pendalaman terhadap suasana dan masalah. Dan
dengan intensifikasi akan timbullah kesan emosionil, sehingga terdapatlah suatu
suasana (suasana puitis). Unsur-unsur struktur puisi membantu tercapainya kedua
proses itu. Inilah hakekat puisi, yang kurang terlihat dalam proses
(cerita-rekaan, kritik dan drama).
2.2 Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Tema/makna (sense). Media puisi adalah
bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus
bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan;
b. Rasa (feeling),
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,
kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya;
c.
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga
berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada
menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah,
menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap
bodoh dan rendah pembaca;
d. Amanat/tujuan/maksud (itention);
sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan
tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat
ditemui dalam puisinya;
2.3 Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
a. Perwajahan
puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi
kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak
selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal
tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi;
b. Diksi, yaitu
pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9
(sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan
semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek,
penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu),
penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis
(penggunaan kapital hingga titik);
c. Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang
dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair;
d. Kata
kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal
kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll.,
sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat
hidup, bumi, kehidupan;
e. Bahasa
figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif
menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya
akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun
macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi,
sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks;
f. Versifikasi,
yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope
(tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi
Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan
akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi
bunyi (kata), dan sebagainya (Waluyo, 187:92), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya
bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
2.4 Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa
pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
a. Richards
(dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat
puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention),
nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata
nyata, majas, ritme dan rima;
b.
Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau
yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa
ungkapan batin pengarang;
c.
Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara
jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa
dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa
kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan
makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema;
d.
Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi,
yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur
tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk
ke arah struktur fisik puisi.
2.4.1 Unsur-unsur Pembentuk Puisi
2.4.1.1 Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan
gagasan. Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan kata yng bermakna tepat
dan selaras, yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan
khalayak pembaca atau pendengar ( Suroto, 1989: 112).
2.4.1.2 Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan
keindahan dan tenaga ekspresif (Prapodo, 2005: 22). Bunyi disamping hiasan
dalam puisi juga mempunyai tugas untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa,
dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan
sebagainya.
2.4.1.3 Rima
Rima adalah persamaan atau pengulanhan bunyi baik
diawal larik atau diakhir larik. Didalamnya masih mengandung berbagai aspek
yang meliputi, rima akhir, rima dalam, rima rupa, rima identik, rima sempurna,
asonansi, dan aliterasi.
2.4.1.4 Irama
Irama adalah panduan bunyi yang menimbulkan efek
musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, kuat-lemah, panjang-pendek, maupun
tinggi-renah, yang kesemuanya dapat menimbulkan kemerduan bunyi, kesan suasana
serta makna tertentu.
2.4.1.5 Ragam Bunyi
Ragam bunyi meliputi bunyi eufoni , kakofoni, dan
onomatope. Penggunaan kombinasi atau pengulangan bunyi vokal (a, I, u, e, o)
dan sengau (m, n, ng, ny) menimbulkan efek yang merdu dan berirama (eufoni).
Bunyi ini menimbulkan keriangan, vitalitas maupun gerak. Sebaliknya kombinasi
bunyi yang tidak merdu dan terkesan parau (kakafoni) misalnya k, p, t, s, b, p,
m terkesan berirama berat lebih cocok utuk menimbulkan kesan kekuatan, tekanan,
kekecauan, kahancuran, galau, gelisah, dan amarah.
2.4.1.6 Bahasa Puisi
Bahasa merupakan sarana ekspresi dalam penulisan
puisi (Pratiwi, 2005: 78). Bahasa kias menyebabkan puisi menarik perhatian,
menimbulkan kesegaran hidup, dan terutamamenimbulkan kejelasan gambaran angan
(Pradopo, 2005: 54)
2.4.1.7 Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat
dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama (Jabrohim, 2004:
54). Penulis puisi membuat puisi dengan cara menampilkan bentuk-bentuk tertentu
yang dapat diamati secara visual (Aminudin, 2002: 146; Dermawan, 1999: 44)
2.4.1.8 Isi Puisi
Menurut Waluyo (2001: 65) isi puisi mencakup tema,
perasaan penyair, nada, dan amanat. Tema adalah sesuatu yang menjadi
pemikiran penulis puisi. Tema juga dapat dikatakan sebagai ide dasar suatu
puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna puisi. Nada adalah sikap penyair
kepada pembaca. Penulis puisi bisa bersikap menggurui, menasehati, mengejek,
menyindir, atau bisa jadi penulis puisi bersikap lugas, hanya menceritakan
sesuatu kepada pembaca
2.4.1.9 Imaji dan Simbol
Dalam menulis sebuah puisi, biasanya penyair tidak
hanya menggunakan kata-kata yang bermakna lugas atau denotatif, tatapi
menggunakan kata-kata yang bermakna atau mengandung arti lain atau konotatif.
Dalam hubungannya dengan arti konotatif, imaji dan simbol mempunyai
hubungan. Persamaanya adalah bahwa baik citra maupun simbol bermakna konotatif.
Adapun perbedaannya adalah terletak pada cara pengungkapannya.
2.5
Lapis Bunyi
Bunyi di samping sebagai hiasan dalam puisi, juga
mempunyi tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, untuk
menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan
suasana yang khusus, dan sebagainya.
2.6 Lapis Arti
Puisi itu adalah unsur yang kompleks. Puisi itu
mempergunakan banyak sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan
jaringan efek yang sebanyak-banyaknya (Altenbern, 1970: 4-5). Karena puisi itu
merupakan struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya (atau untuk memberi
makna) harus dianalisis (Hill, 1966: 6). Dengan dianalisis itu diketahui
unsur-unsurnya yang bermakna atau yang harus diberi makna.
2.7
Lapis Dunia
Menceritakan suasana yang dirasakan sangat tidak enak,
sangat pahit. Sama seperti halnya pada masa penjajahan Jepang terhadap
indonesia. Dan mengungkapkan bahwa penyair larut dalam suasana itu. Dengan
selalu memberikan pengharapan dan berdo’a dan penyair pun dengan penuh semangat
bangkit memberontak. Tetapi semua usaha-usaha tersebut hanya sia-sia, dan
penyair hanya bisa pasrah dengan takdir yang telah di tetapkan oleh Tuhan.
2.8 Lapis Metafisis
lapis metafisis, berupa sifat-sifat metafisis (yang sublim,
yang tragis, mengerikan ataumenakutkan dan yang suci), dengan sifat-sifat ini
seni dapat memberikan kontemplasi pada pembacanya (Joko Pradaopo, 2010:15).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Puisi adalah sebuah
struktur. Dalam pengertian struktur tersirat adanya unsur-unsur yang menyusun
struktur itu. Bagian atau unsur-unsur struktur itu erat saling berhubungan.
struktur puisi meliputi dua
hal yaitu:
1.
Struktur Batin Puisi;
2. Struktur Fisik Puisi.
Unsur-unsur Pembentuk Puisi yaitu:
1 Diksi;
2 Bunyi;
3 Rima;
4 Irama;
5 Ragam Bunyi;
6 Bahasa Puisi;
7 Tipografi;
8 Isi Puisi;
9 Imaji dan Simbol.
Lapis Bunyi
Bunyi di samping sebagai hiasan dalam puisi, juga mempunyi tugas yang lebih penting lagi,
yaitu untuk memperdalam ucapan, untuk menimbulkan rasa, dan menimbulkan
bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.
Lapis Arti
Puisi itu adalah unsur yang kompleks. Puisi itu
mempergunakan banyak sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan
jaringan efek yang sebanyak-banyaknya (Altenbern, 1970: 4-5).
Lapis Dunia
Menceritakan
suasana yang dirasakan sangat tidak enak, sangat pahit.
Lapis
Metafisis
lapis metafisis, berupa sifat-sifat metafisis (yang sublim,
yang tragis, mengerikan ataumenakutkan dan yang suci), dengan sifat-sifat ini
seni dapat memberikan kontemplasi pada pembacanya (Joko Pradaopo, 2010:15).
3.2 Saran
Dalam penggunaan struktur-struktur puisi terutama
struktur puisi gayabahasa hendaklah menggunakan kata-kata yang mudah dipahami
sehingga tujuan dari pembuatan puisi tersebut mudah dipahami pembacanya.
Daftar
Rujukan
Djoko
Pradopo,Rachmat. 2001. Puisi.
Pekanbaru
Atmazaki.
2006. Kiat-kiat mengarang dan menyunting.
Padang:Citra Budaya
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking