BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra
terdiri atas dua jenis sastra, yaitu prosa dan puisi. Biasnya prosa disebut
karangan bebas, sedangkan puisi disebut karangan terikat. Prosa disebut
karangan bebas karena tidak terikat oleh aturan-aturan ketat. Sedangakan puisi
disebut karangan terikat karena terikat oleh aturan-aturan ketat.
Puisi dari
dahulu hingga sekarang selalu berubah-ubah. Oleh karena itu untuk memahami dan
mengerti puisi diperlukan uraian tentang jenis-jenis puisi dari dulu hingga
sekarang. Sampai sekarang jenis-jenis puisi Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu
puisi lama dan puisi baru. Oleh sebab itu, sebaiknya kita mempelajari
jenis-jenis puisi Indonesia, agar dapat mengerti jenis-jenis puisi Indonesia,
bagaimana wujud dan strukturnya, konvensi atau adat kebiasaannya, Serta muatan
gagasan apa yang ada di dalamnya. Kita juga dapat mengerti sejarah perkembangan
puisi Indonesia dari dulu hingga sekarang.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah Pengertian dan fungsi puisi?
1.2.2
Apa sajakah jenis-jenis puisi Indonesia dalam
periodesasi kesusastraan Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian dan fungsi puisi.
1.3.2
Untuk mengetahui jenis-jenis puisi Indonesia dalam
periodesasi kesusastraan Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puisi
Menurut KBBI
(2008: 1112) “ Puisi adalah ragam
sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik
dan bait.” Dalam pengertian lain, puisi adalah salah satu cabang sastra yang
menggunakan kata-kata, rima dan irama sebagai media penyampaian untuk
membuahkan ekspresi, ilusi dan imajinasi. Di dalam puisi terdapat unsur-unsur
yang harus ada di dalam isi puisi, yaitu tema, rasa, nada dan amanat. Terdapat
pula unsur-unsur yang harus ada ketika mengungkapkan sebuah puisi, yaitu diksi,
imajinasi, kata nyata, rima dan irama.
2.2 Fungsi Puisi
Maksud dari fungsi puisi ialah fungsinya bagi kehidupan. Akan
tetapi, puisi bukan fungsi praktis yang langsung dapat dipergunakan dalam
kehidupan fisik atau material meskipun puisi sebagai karya sastra yang dapat
dijual. Misalnya, buku puisi dijual atau deklamasi puisi dapat mendatangkan
uang , terutama bagi para penyair terkenal.
Sesuai dengan sifat hakikat puisi yang merupakan ekspresi tidak
langsung, kegunaan puisi ini juga tidak langsung, yaitu kegunaan yang bersifat
spiritual bagi kehidupan batin dan kejiwaan manusia. Puisi mempengaruhi
kehidupan manusia lewat kehidupan batin dan jiwanya. Lewat kehidupan kejiwaan
ini, puisi mempengaruhi aktivitas kehidupan fisik manusia. Misalnya, aktivitas
perjuangan bangsa menuju kemerdekaan bangsa seperti disarankan puisi berjiwa
kebangsaan yang ditulis oleh para penyair Pujangga Baru.
2.3 Jenis-jenis puisi Indonesia dalam periodesasi
kesusastraan Indonesia
Puisi dari
dahulu hingga sekarang selalu berubah-ubah. Oleh karena itu untuk memahami dan
mengerti puisi, diperlukan uraian tentang jenis-jenis puisi dari dulu hingga
sekarang. Sampai sekarang jenis-jenis puisi Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu
puisi lama dan puisi baru.
2.2.1 Puisi Lama
Puisi
Indonesia lama disebut juga puisi melayu klasik. Sesuai dengan masyarakat lama,
puisi melayu klasik ini mengekspresikan pikiran, gagasan dan perasaan orang
pada zamannya, serta adat istiadat pada zaman itu.
Ada bermacam-macam jenis puisi lama, antara lain adalah puisi
mantra, seloka, gurindam, pantun dan syair. Akan tetapi, bentuk yang paling
dominan adalah pantun dan syair.
Berikut ini adalah
salah satu contoh pantun.
1. Berakit-rakit ke hulu,
Berenang-renang ke tepian,
Bersakit-sakit dahulu,
Bersenang-senang kemudian.
2. Tangan satu bilangan
lima,
Tangan dau bilangan sepuluh,
Sahaya bertanam biji delima,
Gerangan mengapa peria tumbuh.
Berikut ini adalah
salah satu contoh syair.
1. Pinggangnya ramping,
dadanya bidang,
Panjang lampai sederhana sedang,
Cantik menjelis gilang gemilang,
Tidak jemu mata memandang.
2. Setelah datang keesokan
hari,
Baginda berangkat diiringkan mentari,
Setelah sampai ke istana sendiri,
Langsung masuk mendapatkan putri.
Dari
contoh di atas, tampak adanya persamaan dan perbedaan antara pantun dan syair.
Dalam puisi lama, aturan-aturan membuat puisi sangat ketat. Di bawah ini adalah
ciri-ciri formal pantun dan syair.
Ciri-ciri Formal Pantun
1. Satu bait terdiri dari
empat baris (larik);
2. Tiap larik terdiri dari
dua bagian yang sama,. Bagian yang sama pembentuk larik disebut periodus, tiap
larik terdiri dari dua periodus. Tiap periodus terdiri dari dua kata;
3. Pola sajak (rima) akhir
pantun berupa sajak selang: a-b-a-b;
4. Pantun terbagi menjadi
dua bagian, yaitu baris kesatu dan baris kedua disebut sampiran, sedangkan
baris ketiga dan keempat disebut isi. Baris kesatu dan kedua menyediakan irama
bagi baris ketiga dan keempat. Dalam pantun, sampiran merupakan kiasan kepada
isinya;
5. Dalam pantun, satu bait
sudah lengkap. Dalam arti, satu bait sudah utuh, tidak perlu ditambah lagi
meskipun ada juga pantun yang lebih dari satu bait;
6. Pantun bersifat liris,
berupa curahan perasaan atau pikiran.
Wujud ciri-ciri formal tersebut yang perlu
dijelaskan seperti contoh berikut ini.
Periodus pantun ditandai dengan tanda: /
Dari mana / punai melayang, : 2 periodus
dari paya / turun ke padi. : 2 periodus
Dari mana / kasih sayang, : 2 periodus
dari mata / turun ke hati. : 2 periodus
(Liaw
Yock Fang, 1978: 289)
Tiap periodus (Dari mana / punai melayang) terdiri dari dua kata.
Dari
mana punai melayang,
Dari
paya turun ke padi.
Kedua baris tersebut di atas adalah sampiran dan dua
baris berikutnya adalah isi yang di maksudkan.
Dari
mana kasih sayang,
dari
mata turun ke hati.
Pada umumnya pantun terdiri atas empat
baris, tetapi ada juga pantun yang terdiri atas enam baris, bahkan ada juga
yang terdiri dari delapan baris. Berikut ini adalah contoh dari kedua pantun
tersebut.
Pantun enam
baris dalam satu bait, pola sajak akhirnya adalah a-b-c-a-b-c. baris 1,2,3 adalah sampiran,
sedangkan isinya berada pada baris 4,5,6.
Bukan hamba takutkan mandi,
Takut hamba berbasah-basah,
Mandi di lubuk pariangan.
Bukan hamba takutkan mati,
Takutkan hamba ‘kan patah-patah,
Hamba di dalam bertunangan.
(Hooykaas, 1953: 82)
Pantun delapan baris dalam satu bait,
pola sajak akhirnya adalah a-b-c-d-
a-b-c-d. baris 1,2,3,4 adalah sampiran, sedangkan isinya berada dalam
baris 4,5,6.
Lain
pesisir bukit tinggi,
Tidak
di darat hanya di rantau,
Palembayan sama di dalam,
Sungai beringin tujuh lurah.
Marilah berjalan sekarang ini,
Kita pertaruhkan di langau hijau,
Beramanat di embun malam,
Senanglah hati lompong bertuah.
(Hooykaas, 1953: 82)
Pada umumnya pantun terdiri atas satu
bait yang utuh. Namun, terdapat pula pantun yang terdiri lebih dari satu bait,
pantun tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Maka dari itu
disebut dengan pantun berkait. Biasanya pantun berkait saling menjawab antara
dua orang atau dua kelompok. Contoh dari pantun berkait adalah sebagai berikut:
1 (a) Uratnya berkelok-kelok,
Lalu ke si kuran-kuran;
Kalau dapat getah nan elok,
Unggas ‘lah sudah tahuan.
2 (b) Lalu ke si kuran-kuran,
Berjalan
menempuh semak;
Unggas
‘lah sudah tahuan,
Nanti
kusuluh dengan asap.
1 (c) Berjalan menempuh semak,
Dipancung
kaki cendawan;
Tidak
telap dirancangkan damak,
Terbangnya
menyusur awan.
2 (d) Dipancung kaki cendawan,
Beliung
di atas atap;
Terbangnya
menyusur awan,
Nanti
kusuluh dengan asap.
1 (e) Beliung di atas atap,
Kayu
rukam hulu seraut;
Kalau
‘kak suluh dengan asap,
Unggas
membenam masuk laut.
2 (f) Kayu rukam hulu selaut,
Gendang
nan lama dalam bilik;
Unggas
membenam masuk laut,
Jala
sutera mengerat sisik.
(Hooykaas,
1953: 82-83)
Disebut
pantun berkait karena antara bait atas dan bait di bawahnya saling berkaitan
dan bersambung. Meskipun pantun termasuk puisi lama, tetapi sampai sekarang
masih tetap digemari. konon, di Sumatra Utara sampai sekarang dalam upacara
meminang dan perkawinan masih mempergunakan pantun untuk berbalas-balasan
antara pihak wanita dan pihak laki-laki.
Ciri-ciri
Formal Syair
1.
Satu bait terdiri dari empat baris (larik);
2.
Tiap larik terdiri dari dua bagian yang sama. Bagian
yang sama pembentuk larik disebut periodus (sama seperti pantun);
3.
Pola sajak (rima) akhir syair berupa sajak sama:
a-a-a-a;
4.
Keempat baris syair saling berhubungan membentuk
cerita;
5.
Dalam syair, satu bait belum selesai. Syair terdiri
dari bait-bait yang panjang (berbait-bait) karena syair untuk mengisahkan
cerita atau hikayat;
6.
Syair bersifat epis, yaitu berupa cerita.
Contoh serangkaian bait-bait syair yang
membentuk cerita, tampak dalam bagian
kecil kutipan syair ken tambuhan di
bawah ini.
Lalulah berjalan Ken Tambuhan,
Diringi penglipur dengan tadahan,
Lemah lembut berjalan perlahan-lahan,
Lakunya manis memberi kasihan.
Wajah yang manis, pucat berseri, Laksana
bulan kesiangan hari, Berjalan
tunduk memikirkan diri, Tiada
memandang kanan dan kiri.
Diiringkan pelebaya dari belakang, Lakunya
hebat bukan kepalang, Keris
sempana hadir di pinggang, Memberi
dahsyat segala yang memandang.
Ken Tambuhan pun sampai ke pintu kota, Segala
yang tinggal menyapu air mata, Akan
para puteri jangan dikata, Rasanya
hendak pergi beserta.
Tunduk menangis segala puteri, Masing-masing
berkata sama sendiri, Jahatnya
perangai permaisuri, Lakunya
seperti jin dan peri. (Hooykaas,
1953: 384)
Gurindam
adalah sajak (puisi) yang teridiri atas dua baris tiap baitnya. Gurindam mirip
dengan syair, semua baris dalam satu bait berhubungan dan besajak: a-a; hanya
saja, syair terdiri atas empat baris tiap bait dan gurindam hanya terdiri atas
dua bait. Gurindam yang sangat terkenal adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji (1844-1857). Pada umumnya
gurindam berisi tentang nasihat. Berikut ini adalah pasal keenam yang berisi
lima bait.
Cahari olehmu akan sahabat, yang
boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru, yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri, yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu kawan, pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi, yang ada baik sedikit budi. (Alisjahbana, 1996: 79)
Di antara bahasa berirama
terdapat juga puisi mantera, salah satu contohnya adalah sebagai berikut.
Mantera
Menangkap Buaya
Hai si Jambu Rakat, sambut pekiriman,
Puteri Runduk di gunung
Ledang,
Ambacang masak sebiji
bulat,
Penyikat tujuh
penyikat,
Pengarang tujuh
pengarang,
Diorak dikumbang
jangan,
Lulur lalu ditelan,
Kalau tidak kau sambut,
Dua hari, jangan
ketiga,
Mati mampek mati mawai,
Mati tersadai pangkalan
tambang,
Kalau kau sambut,
Ke darat kau dapat
makan,
Ke laut kau dapat
minum,
Aku tahu asal kau dapat
minum,
Aku tahu asal kau jadi,
Tulang buku tebu asal
kau jadi,
Darahkau gula, dadaku
upih,
Gigiku tunjang
berembang,
Ridapku cucuran atap.
(Alisjahbana, 1996: 100)
Muatan
puisi lama
Muatan puisi lama adalah sebagian kebudayaan lama yang
dipancarkan oleh masyarakat lama. Apa yang dipancarkan itu sesuai dengan jiwa
dan adat kebiasaan masyarakat lama. Pantun, syair dan puisi lama yang lain
adalah alat untuk memancarkan pikiran, gagasan dan adat kebiasaan masyarakat
lama tersebut. Semuanya merupakan isi atau muatan puisi lama. Muatan puisi lama
itu bermacam-macam. Seperti sedikit telah dikemukakan di depan, tiap-tiap ragam
puisi lama mempunyai muatannya sendiri. Yang muatannya beragam adalah pantun.
Ada bermacam-macam pantun sesuai dengan isi atau muatannya. Di antaranya adalah
nasihat, percintaan, teka-teki, kejenakaan dan sebagainya.
2.2.2 Puisi Baru
Puisi
Indonesia baru disebut juga puisi Indonesia modern. Sesuai dengan masyarakat
baru, puisi Indonesia modern mengedepankan pikiran, gagasan dan perasaan orang
pada masa kini. Puisi Indonesia baru
tidak dapat dipisahkan dari puisi lama sama sekali karena masih ada hubungan
kesejajaran. Sastra yang baru merupakan tanggapan sastra lama. Begitu juga
puisi Indonesia baru merupakan tanggapan terhadap puisi Indonesia lama.
Tanggapan tersebut berupaya penyimpangan atau penerusan terhadap unsur-unsur puisi
lama. Unsur-unsur lama yang disimpangi dapat berupa isinya atau bentuk formal
pengungkapannya.
Puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat dan
mutlak. Dalam arti kata, aturan-aturan tersebut tidak boleh diubah dan
dilanggar. Seperti halnya bentuk syair dan pantun, pola syair harus a-a-a-a dan
pantun harus berpola sajak akhir a-b-a-b.
Dalam puisi baru aturan-aturan tersebut dapat diperlonggar
meskipun masih ada pola sajak akhir. Begitu juga, pembaitannya puisi baru
menjadi lebih longgar. Dalam puisi lama tidak ada bait sajak yang gasal. Dalam
puisi baru ada bait sajak 3 baris, 5 baris, 7 baris atau 9 baris.
Puisi Indonesia
baru berkembang sejak tahun 1920 hingga sekarang dan bentuk serta muatan puisi
Indonesia baru selalu berkembang. Puisi baru berkembang pada periode Angkatan
Pujangga Baru. Disebut puisi baru Karena merupakan tanggapan penyimpangan
terhadap puisi lama (pantun dan syair).
Pada umumnya, puisi Indoensia baru dibagi menjadi
angkatan-angkatan dan periode-periode
sebagai berikut:
1.
Periode Angkatan pra- Pujangga Baru: 1920-1933
2.
Periode Pujangga Baru: 1933-1942
3.
Periode Angkatan 45: 1942-1955
4.
Periode Angkatan 66: 1955-1970
5.
Periode 1970-1990
1.
Soneta
Dalam
puisi Pujangga Baru, ada sajak baru yang masuk dari puisi barat, yaitu Soneta. Soneta masuk ke Indonesia saat
gerakan 80 sastra Belanda. Soneta
adalah puisi yang terdiri atas empat bait. Bait pertama dan kedua ,
masing-masing terdiri atas empat baris. Bait ketiga dan keempat, masing-masing
terdiri atas tiga baris. Pola sajak soneta:
a-b-b-a a-b-b-a-c-d-e-c-d-e (Abram’s, 1981: 180). Jadi, soneta terdiri dari dua kuatrin (sajak empat seuntai) dan dua
tersina (sajak tiga seuntai). Berikut ini adalah contoh dari soneta.
Dalam
Gelombang
Alun
bergulung naik meninggi,
Turun
melembah jauh ke bawah,
Lidah
ombak menyerak buih,
Surut kembali di air gemuruh.
Kami mengalun di samud’ra-Mu,
Bersorak
gembira tinggi membukit,
Sedih
mengaduh jatuh kebawah,
Silih berganti tiada berhenti.
Di
dalam suka di dalam duka,
Waktu
bahagia waktu merana,
Masa tertawa masa kecewa.
Kami
berbuai dalam nafasmu,
Tiada
kuasa tiada berdaya,
Turun
naik dalam ‘rama-Mu.
2.
Sajak Bebas
Sajak bebas angkatan 45 tidak terikat
oleh bait-bait yang sama jumlah barisnya, tidak terikat oleh kata setiap
periodusnya dan tidak terikat oleh persajakan akhirnya. Semua aturan tersebut
dilanggar oleh puisi angkatan 45. Berikut adalah contoh dari sajak bebas.
Selamat
Tinggal
Aku
berkaca
Ini muka penuh luka
Siapa
punya?
Kudengar seru menderu
Dalam hatiku?
Apa
hanya angin lalu?
Lagu lain pula
Menggelepar
tengah malam buta
Ah
……!!
Segala
menebal, segala mengental
Segala
tak kukenal ……!!
Selamat
tinggal ……!!
(Anwar, 1959: 9)
3.
Balada
Balada adalah puisi cerita, akan tetapi
tidak semua puisi cerita dapat disebut balada. Balada pada umunya nyanyian
adalah nyanyian pengiring tarian. Namun, akhir lirik nyanyian tersebut berdiri
sendiri sebagai sajak (puisi). Sedangkan balada Indonesia dapat digolongkan ke
dalam balada klasik, romantik dan modern.
4. Sajak Bergaya Mantera
Dalam periode 1970-1990 jenis sajak yang
terkenal adalah sajak bergaya mantera. Jenis sajak ini timbul dipelopori oleh
Sutardji Calzoum Bachri. Puisi mantera ini bertujuan untuk mempengaruhi dunia gaib. Berikut salah satu contoh dari
sajak bergaya mantera.
Pot
Pot
apa pot itu pot kaukah pot aku
pot pot pot
yang
jawab pot pot pot pot kaukah pot itu’
yang
jawab pot pot pot pot kau kah pot aku
pot pot pot
potapa
potitu potkaukah potaku
pot
1970
(Bachri,
1981: 30)
Kata pot tersebut nonsense
tanpa arti, tetapi dimaksudkan untuk menimbulkan makna gaib yang mempengaruhi dunia gaib.
Dengan demikian si pembaca dapat bersatu denga alam gaib.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Puisi adalah salah satu cabang sastra yang
menggunakan kata-kata, rima dan irama sebagai media penyampaian untuk
membuahkan ekspresi, ilusi dan imajinasi. Sesuai dengan sifat hakikat puisi
yang merupakan ekspresi tidak langsung, kegunaan puisi ini juga tidak langsung,
yaitu kegunaan yang bersifat spiritual bagi kehidupan batin dan kejiwaan
manusia.
Puisi
dari dahulu hingga sekarang selalu berubah-ubah. Oleh karena itu untuk memahami
dan mengerti puisi, diperlukan uraian tentang jenis-jenis puisi dari dulu
hingga sekarang. Puisi Indonesia lama disebut juga puisi melayu klasik. Sesuai
dengan masyarakat lama, puisi melayu klasik ini mengekspresikan pikiran,
gagasan dan perasaan orang pada zamannya, serta adat istiadat pada zaman itu.
Puisi Indonesia baru disebut juga puisi Indonesia modern. Sesuai dengan
masyarakat baru, puisi Indonesia modern mengedepankan pikiran, gagasan dan
perasaan orang pada masa kini.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo,
Rachmat Djoko dkk. 2001. Puisi. Pekanbaru:
Universitas Terbuka
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
http://bio-sanjaya.blogspot
.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-puisi-teori.html
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking