Maandag 17 Junie 2013

pengertian, fungsi, dan jenis kesusastraan indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Karya sastra terdiri atas dua jenis sastra, yaitu prosa dan puisi. Biasnya prosa disebut karangan bebas, sedangkan puisi disebut karangan terikat. Prosa disebut karangan bebas karena tidak terikat oleh aturan-aturan ketat. Sedangakan puisi disebut karangan terikat karena terikat oleh aturan-aturan ketat.
Puisi dari dahulu hingga sekarang selalu berubah-ubah. Oleh karena itu untuk memahami dan mengerti puisi diperlukan uraian tentang jenis-jenis puisi dari dulu hingga sekarang. Sampai sekarang jenis-jenis puisi Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu puisi lama dan puisi baru. Oleh sebab itu, sebaiknya kita mempelajari jenis-jenis puisi Indonesia, agar dapat mengerti jenis-jenis puisi Indonesia, bagaimana wujud dan strukturnya, konvensi atau adat kebiasaannya, Serta muatan gagasan apa yang ada di dalamnya. Kita juga dapat mengerti sejarah perkembangan puisi Indonesia dari dulu hingga sekarang.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Apakah Pengertian dan fungsi puisi?
1.2.2   Apa sajakah jenis-jenis puisi Indonesia dalam periodesasi kesusastraan Indonesia?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1   Untuk mengetahui pengertian dan fungsi puisi.
1.3.2   Untuk mengetahui jenis-jenis puisi Indonesia dalam periodesasi kesusastraan Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puisi
Menurut KBBI (2008: 1112) “ Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.” Dalam pengertian lain, puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata, rima dan irama sebagai media penyampaian untuk membuahkan ekspresi, ilusi dan imajinasi. Di dalam puisi terdapat unsur-unsur yang harus ada di dalam isi puisi, yaitu tema, rasa, nada dan amanat. Terdapat pula unsur-unsur yang harus ada ketika mengungkapkan sebuah puisi, yaitu diksi, imajinasi, kata nyata, rima dan irama.
2.2 Fungsi Puisi
     Maksud dari fungsi puisi ialah fungsinya bagi kehidupan. Akan tetapi, puisi bukan fungsi praktis yang langsung dapat dipergunakan dalam kehidupan fisik atau material meskipun puisi sebagai karya sastra yang dapat dijual. Misalnya, buku puisi dijual atau deklamasi puisi dapat mendatangkan uang , terutama bagi para penyair terkenal.
     Sesuai dengan sifat hakikat puisi yang merupakan ekspresi tidak langsung, kegunaan puisi ini juga tidak langsung, yaitu kegunaan yang bersifat spiritual bagi kehidupan batin dan kejiwaan manusia. Puisi mempengaruhi kehidupan manusia lewat kehidupan batin dan jiwanya. Lewat kehidupan kejiwaan ini, puisi mempengaruhi aktivitas kehidupan fisik manusia. Misalnya, aktivitas perjuangan bangsa menuju kemerdekaan bangsa seperti disarankan puisi berjiwa kebangsaan yang ditulis oleh para penyair Pujangga Baru.
2.3 Jenis-jenis puisi Indonesia dalam periodesasi kesusastraan Indonesia
Puisi dari dahulu hingga sekarang selalu berubah-ubah. Oleh karena itu untuk memahami dan mengerti puisi, diperlukan uraian tentang jenis-jenis puisi dari dulu hingga sekarang. Sampai sekarang jenis-jenis puisi Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu puisi lama dan puisi baru.
2.2.1 Puisi Lama
     Puisi Indonesia lama disebut juga puisi melayu klasik. Sesuai dengan masyarakat lama, puisi melayu klasik ini mengekspresikan pikiran, gagasan dan perasaan orang pada zamannya, serta adat istiadat pada zaman itu.
     Ada bermacam-macam jenis puisi lama, antara lain adalah puisi mantra, seloka, gurindam, pantun dan syair. Akan tetapi, bentuk yang paling dominan adalah pantun dan syair.

Berikut ini adalah salah satu contoh pantun.
1.      Berakit-rakit ke hulu,
Berenang-renang ke tepian,
Bersakit-sakit dahulu,
Bersenang-senang kemudian.

2.      Tangan satu bilangan lima,
Tangan dau bilangan sepuluh,
Sahaya bertanam biji delima,
Gerangan mengapa peria tumbuh.
Berikut ini adalah salah satu contoh syair.
1.      Pinggangnya ramping, dadanya bidang,
Panjang lampai sederhana sedang,
Cantik menjelis gilang gemilang,
Tidak jemu mata memandang.

2.      Setelah datang keesokan hari,
Baginda berangkat diiringkan mentari,
Setelah sampai ke istana sendiri,
Langsung masuk mendapatkan putri.

     Dari contoh di atas, tampak adanya persamaan dan perbedaan antara pantun dan syair. Dalam puisi lama, aturan-aturan membuat puisi sangat ketat. Di bawah ini adalah ciri-ciri formal pantun dan syair.
Ciri-ciri Formal Pantun
1.      Satu bait terdiri dari empat baris (larik);
2.      Tiap larik terdiri dari dua bagian yang sama,. Bagian yang sama pembentuk larik disebut periodus, tiap larik terdiri dari dua periodus. Tiap periodus terdiri dari dua kata;
3.      Pola sajak (rima) akhir pantun berupa sajak selang: a-b-a-b;
4.      Pantun terbagi menjadi dua bagian, yaitu baris kesatu dan baris kedua disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi. Baris kesatu dan kedua menyediakan irama bagi baris ketiga dan keempat. Dalam pantun, sampiran merupakan kiasan kepada isinya;
5.      Dalam pantun, satu bait sudah lengkap. Dalam arti, satu bait sudah utuh, tidak perlu ditambah lagi meskipun ada juga pantun yang lebih dari satu bait; 
6.      Pantun bersifat liris, berupa curahan perasaan atau pikiran.

Wujud ciri-ciri formal tersebut yang perlu dijelaskan seperti contoh berikut ini.
Periodus pantun ditandai dengan tanda: /

Dari mana / punai melayang,   : 2 periodus
dari paya / turun ke padi.         : 2 periodus
Dari mana / kasih sayang,        : 2 periodus
dari mata / turun ke hati.         : 2 periodus
                    (Liaw Yock Fang, 1978: 289)
Tiap periodus (Dari mana / punai melayang) terdiri dari dua kata.
           Dari mana punai melayang,
           Dari paya turun ke padi.
Kedua baris tersebut di atas adalah sampiran dan dua baris berikutnya adalah isi yang di maksudkan.
           Dari mana kasih sayang,
           dari mata turun ke hati.

Pada umumnya pantun terdiri atas empat baris, tetapi ada juga pantun yang terdiri atas enam baris, bahkan ada juga yang terdiri dari delapan baris. Berikut ini adalah contoh dari kedua pantun tersebut.
Pantun enam baris dalam satu bait, pola sajak akhirnya adalah  a-b-c-a-b-c. baris 1,2,3 adalah sampiran, sedangkan isinya berada pada baris 4,5,6.
Bukan hamba takutkan mandi,
Takut hamba berbasah-basah,
Mandi di lubuk pariangan.
Bukan hamba takutkan mati,
Takutkan hamba ‘kan patah-patah,
Hamba di dalam bertunangan.
(Hooykaas, 1953: 82)

Pantun delapan baris dalam satu bait, pola sajak akhirnya adalah a-b-c-d-       a-b-c-d. baris 1,2,3,4 adalah sampiran, sedangkan isinya berada dalam baris 4,5,6.
           Lain pesisir bukit tinggi,
           Tidak di darat hanya di rantau,
Palembayan sama di dalam,
Sungai beringin tujuh lurah.
       Marilah berjalan sekarang ini,
       Kita pertaruhkan di langau hijau,
       Beramanat di embun malam,
       Senanglah hati lompong bertuah.
       (Hooykaas, 1953: 82)
          Pada umumnya pantun terdiri atas satu bait yang utuh. Namun, terdapat pula pantun yang terdiri lebih dari satu bait, pantun tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Maka dari itu disebut dengan pantun berkait. Biasanya pantun berkait saling menjawab antara dua orang atau dua kelompok. Contoh dari pantun berkait adalah sebagai berikut:
1 (a) Uratnya berkelok-kelok,
Lalu ke si kuran-kuran;
Kalau dapat getah nan elok,
Unggas ‘lah sudah tahuan.

2 (b) Lalu ke si kuran-kuran,
               Berjalan menempuh semak;
        Unggas ‘lah sudah tahuan,
               Nanti kusuluh dengan asap.

1 (c) Berjalan menempuh semak,
               Dipancung kaki cendawan;
        Tidak telap dirancangkan damak,
               Terbangnya menyusur awan.

2 (d) Dipancung kaki cendawan,
               Beliung di atas atap;
        Terbangnya menyusur awan,
               Nanti kusuluh dengan asap.

1 (e) Beliung di atas atap,
               Kayu rukam hulu seraut;
        Kalau ‘kak suluh dengan asap,
               Unggas membenam masuk laut.

2 (f) Kayu rukam hulu selaut,
               Gendang nan lama dalam bilik;
        Unggas membenam masuk laut,
               Jala sutera mengerat sisik.
               (Hooykaas, 1953: 82-83)

        Disebut pantun berkait karena antara bait atas dan bait di bawahnya saling berkaitan dan bersambung. Meskipun pantun termasuk puisi lama, tetapi sampai sekarang masih tetap digemari. konon, di Sumatra Utara sampai sekarang dalam upacara meminang dan perkawinan masih mempergunakan pantun untuk berbalas-balasan antara pihak wanita dan pihak laki-laki.

Ciri-ciri Formal Syair
1.      Satu bait terdiri dari empat baris (larik);
2.      Tiap larik terdiri dari dua bagian yang sama. Bagian yang sama pembentuk larik disebut periodus (sama seperti pantun);
3.      Pola sajak (rima) akhir syair berupa sajak sama: a-a-a-a;
4.      Keempat baris syair saling berhubungan membentuk cerita;
5.      Dalam syair, satu bait belum selesai. Syair terdiri dari bait-bait yang panjang (berbait-bait) karena syair untuk mengisahkan cerita atau hikayat;
6.      Syair bersifat epis, yaitu berupa cerita.
       Contoh serangkaian bait-bait syair yang membentuk cerita, tampak dalam  bagian kecil kutipan syair ken tambuhan di bawah ini.
Lalulah berjalan Ken Tambuhan,
Diringi penglipur dengan tadahan,
Lemah lembut berjalan perlahan-lahan,
Lakunya manis memberi kasihan.
       Wajah yang manis, pucat berseri,                                                                         Laksana bulan kesiangan hari,                                                                                         Berjalan tunduk memikirkan diri,                                                                   Tiada memandang kanan dan kiri.
       Diiringkan pelebaya dari belakang,                                                                                  Lakunya hebat bukan kepalang,                                                                                              Keris sempana hadir di pinggang,                                                                        Memberi dahsyat segala yang memandang.
       Ken Tambuhan pun sampai ke pintu kota,                                                                       Segala yang tinggal menyapu air mata,                                                                               Akan para puteri jangan dikata,                                                                                    Rasanya hendak pergi beserta.
       Tunduk menangis segala puteri,                                                                                       Masing-masing berkata sama sendiri,                                                                           Jahatnya perangai permaisuri,                                                                         Lakunya seperti jin dan peri.                                                                                                   (Hooykaas, 1953: 384)
Gurindam adalah sajak (puisi) yang teridiri atas dua baris tiap baitnya. Gurindam mirip dengan syair, semua baris dalam satu bait berhubungan dan besajak: a-a; hanya saja, syair terdiri atas empat baris tiap bait dan gurindam hanya terdiri atas dua bait. Gurindam yang sangat terkenal adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji (1844-1857). Pada umumnya gurindam berisi tentang nasihat. Berikut ini adalah pasal keenam yang berisi lima bait.
            Cahari olehmu akan sahabat,                                                                          yang boleh dijadikan obat.
                                    Cahari olehmu akan guru,                                                                                                                   yang boleh tahukan tiap seteru.
                                    Cahari olehmu akan isteri,                                                                                                                   yang boleh menyerahkan diri.
                                    Cahari olehmu kawan,                                                                                                                        pilih segala orang yang setiawan.
                                    Cahari olehmu akan abdi,                                                                                                                   yang ada baik sedikit budi.                                                                                                                             (Alisjahbana, 1996: 79)
                 Di antara bahasa berirama terdapat juga puisi mantera, salah satu contohnya adalah sebagai berikut.
            Mantera Menangkap Buaya
            Hai si Jambu Rakat, sambut pekiriman,
Puteri Runduk di gunung Ledang,
Ambacang masak sebiji bulat,
Penyikat tujuh penyikat,
Pengarang tujuh pengarang,
Diorak dikumbang jangan,
Lulur lalu ditelan,
Kalau tidak kau sambut,
Dua hari, jangan ketiga,
Mati mampek mati mawai,
Mati tersadai pangkalan tambang,
Kalau kau sambut,
Ke darat kau dapat makan,
Ke laut kau dapat minum,
Aku tahu asal kau dapat minum,
Aku tahu asal kau jadi,
Tulang buku tebu asal kau jadi,
Darahkau gula, dadaku upih,
Gigiku tunjang berembang,
Ridapku cucuran atap.
            (Alisjahbana, 1996: 100)

            Muatan puisi lama
     Muatan puisi lama adalah sebagian kebudayaan lama yang dipancarkan oleh masyarakat lama. Apa yang dipancarkan itu sesuai dengan jiwa dan adat kebiasaan masyarakat lama. Pantun, syair dan puisi lama yang lain adalah alat untuk memancarkan pikiran, gagasan dan adat kebiasaan masyarakat lama tersebut. Semuanya merupakan isi atau muatan puisi lama. Muatan puisi lama itu bermacam-macam. Seperti sedikit telah dikemukakan di depan, tiap-tiap ragam puisi lama mempunyai muatannya sendiri. Yang muatannya beragam adalah pantun. Ada bermacam-macam pantun sesuai dengan isi atau muatannya. Di antaranya adalah nasihat, percintaan, teka-teki, kejenakaan dan sebagainya.
2.2.2 Puisi Baru
     Puisi Indonesia baru disebut juga puisi Indonesia modern. Sesuai dengan masyarakat baru, puisi Indonesia modern mengedepankan pikiran, gagasan dan perasaan orang pada masa kini.  Puisi Indonesia baru tidak dapat dipisahkan dari puisi lama sama sekali karena masih ada hubungan kesejajaran. Sastra yang baru merupakan tanggapan sastra lama. Begitu juga puisi Indonesia baru merupakan tanggapan terhadap puisi Indonesia lama. Tanggapan tersebut berupaya penyimpangan atau penerusan terhadap unsur-unsur puisi lama. Unsur-unsur lama yang disimpangi dapat berupa isinya atau bentuk formal pengungkapannya.
     Puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat dan mutlak. Dalam arti kata, aturan-aturan tersebut tidak boleh diubah dan dilanggar. Seperti halnya bentuk syair dan pantun, pola syair harus a-a-a-a dan pantun harus berpola sajak akhir a-b-a-b.
     Dalam puisi baru aturan-aturan tersebut dapat diperlonggar meskipun masih ada pola sajak akhir. Begitu juga, pembaitannya puisi baru menjadi lebih longgar. Dalam puisi lama tidak ada bait sajak yang gasal. Dalam puisi baru ada bait sajak 3 baris, 5 baris, 7 baris atau 9 baris.
Puisi Indonesia baru berkembang sejak tahun 1920 hingga sekarang dan bentuk serta muatan puisi Indonesia baru selalu berkembang. Puisi baru berkembang pada periode Angkatan Pujangga Baru. Disebut puisi baru Karena merupakan tanggapan penyimpangan terhadap puisi lama (pantun dan syair).
     Pada umumnya, puisi Indoensia baru dibagi menjadi angkatan-angkatan dan periode-periode  sebagai berikut:
1.      Periode Angkatan pra- Pujangga Baru: 1920-1933
2.      Periode Pujangga Baru: 1933-1942
3.      Periode Angkatan 45: 1942-1955
4.      Periode Angkatan 66: 1955-1970
5.      Periode 1970-1990

1.    Soneta
Dalam puisi Pujangga Baru, ada sajak baru yang masuk dari puisi barat, yaitu Soneta. Soneta masuk ke Indonesia saat gerakan 80 sastra Belanda. Soneta adalah puisi yang terdiri atas empat bait. Bait pertama dan kedua , masing-masing terdiri atas empat baris. Bait ketiga dan keempat, masing-masing terdiri atas tiga baris. Pola sajak soneta: a-b-b-a a-b-b-a-c-d-e-c-d-e (Abram’s, 1981: 180). Jadi, soneta terdiri dari dua kuatrin (sajak empat seuntai) dan dua tersina (sajak tiga seuntai). Berikut ini adalah contoh dari soneta.

Dalam Gelombang
            Alun bergulung naik meninggi,
            Turun melembah jauh ke bawah,
            Lidah ombak menyerak buih,
            Surut kembali di air gemuruh.
             Kami mengalun di samud’ra-Mu,
            Bersorak gembira tinggi membukit,
            Sedih mengaduh jatuh kebawah,
            Silih berganti tiada berhenti.
            Di dalam suka di dalam duka,
            Waktu bahagia waktu merana,
            Masa tertawa masa kecewa.
            Kami berbuai dalam nafasmu,
            Tiada kuasa tiada berdaya,
            Turun naik dalam ‘rama-Mu.

2.    Sajak Bebas
Sajak bebas angkatan 45 tidak terikat oleh bait-bait yang sama jumlah barisnya, tidak terikat oleh kata setiap periodusnya dan tidak terikat oleh persajakan akhirnya. Semua aturan tersebut dilanggar oleh puisi angkatan 45. Berikut adalah contoh dari sajak bebas.
Selamat Tinggal
            Aku berkaca
            Ini muka penuh luka
            Siapa punya?
            Kudengar seru menderu
            Dalam hatiku?
            Apa hanya angin lalu?
            Lagu lain pula
            Menggelepar tengah malam buta       
            Ah ……!!
            Segala menebal, segala mengental
            Segala tak kukenal ……!!
            Selamat tinggal ……!!
                        (Anwar, 1959: 9)


3.    Balada
Balada adalah puisi cerita, akan tetapi tidak semua puisi cerita dapat disebut balada. Balada pada umunya nyanyian adalah nyanyian pengiring tarian. Namun, akhir lirik nyanyian tersebut berdiri sendiri sebagai sajak (puisi). Sedangkan balada Indonesia dapat digolongkan ke dalam balada klasik, romantik dan modern.

4.    Sajak Bergaya Mantera
Dalam periode 1970-1990 jenis sajak yang terkenal adalah sajak bergaya mantera. Jenis sajak ini timbul dipelopori oleh Sutardji Calzoum Bachri. Puisi mantera ini bertujuan untuk mempengaruhi dunia gaib. Berikut salah satu contoh dari sajak bergaya mantera.

Pot
            Pot apa pot itu pot kaukah pot aku
                                pot pot pot
            yang jawab  pot pot pot  pot kaukah pot itu’
            yang jawab  pot pot pot  pot kau kah pot aku
                                pot pot pot
            potapa potitu potkaukah potaku
                                     pot
                                                            1970
                        (Bachri, 1981: 30)

            Kata pot tersebut nonsense tanpa arti, tetapi dimaksudkan untuk menimbulkan makna gaib yang mempengaruhi dunia gaib. Dengan demikian si pembaca dapat bersatu denga alam gaib.

                             


















BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
     Puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata, rima dan irama sebagai media penyampaian untuk membuahkan ekspresi, ilusi dan imajinasi. Sesuai dengan sifat hakikat puisi yang merupakan ekspresi tidak langsung, kegunaan puisi ini juga tidak langsung, yaitu kegunaan yang bersifat spiritual bagi kehidupan batin dan kejiwaan manusia.
Puisi dari dahulu hingga sekarang selalu berubah-ubah. Oleh karena itu untuk memahami dan mengerti puisi, diperlukan uraian tentang jenis-jenis puisi dari dulu hingga sekarang.    Puisi Indonesia lama disebut juga puisi melayu klasik. Sesuai dengan masyarakat lama, puisi melayu klasik ini mengekspresikan pikiran, gagasan dan perasaan orang pada zamannya, serta adat istiadat pada zaman itu. Puisi Indonesia baru disebut juga puisi Indonesia modern. Sesuai dengan masyarakat baru, puisi Indonesia modern mengedepankan pikiran, gagasan dan perasaan orang pada masa kini.












DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rachmat Djoko dkk. 2001. Puisi. Pekanbaru: Universitas Terbuka
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
http://bio-sanjaya.blogspot .com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-puisi-teori.html


Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking