BAHASA
INDONESIA
DALAM
ERA GLOBALISASI DAN PERMASALAHANNYA
1.1 pengantar
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi,
Di Timor Leste,
bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut
pandang linguistik,
bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam
bahasa Melayu.
Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau
(wilayah kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19.
Pernyataan tersebut sejalan dengan ungkapan Kihajar Dewantara dalam Kongres
Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan
'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal
dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe
laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa
Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli
jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana
diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara,
"...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa
Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam
masjarakat Indonesia".
Pemerintah
kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk
membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa
Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada
bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah
sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa
Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya
sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio"
bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa
Melayu Riau-Johor.
Dalam perkembangannya bahasa Idonesia
mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan
administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda,
28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa"
apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya
Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau
maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru,
baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah
dan bahasa asing.
Meskipun
dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu
bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah
satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.
Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial)
atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun
demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di
media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum
publik lainnya, sehingga
dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
1.2 Bahasa Indonesia Diera Global
Dewasa ini kita hidup dalam era globalisasi, yang dipicu
oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di bidang transportasi dan revolusi
di bidang komunikasi. Dengan perkembangan yang sangat cepat di bidang
transportasi dan komunikasi, arus globalisasi terasa bertambah kuat, sehingga
dunia terasa makin datar (Thomas Friedman, 2005). Arus global berimbas pula
pada penggunaan dan keberadaan bahasa Indonesia di masyarakat. Penggunaan bahasa
di dunia maya, internet, facebookmisalnya, memberi banyak perubahan
bagi sturktur bahasa Indonesia yang oleh beberapa pihak disinyalir merusak
bahasa itu sendiri. Berlandaskan alasan globalisasi dan prestise, masyarakat
mulai kehilangan rasa bangga menggunakan bahasa nasional. Tidak hanya pada
rakyat kecil, ‘krisis bahasa’ juga ditemukan pada para pejabat negara. Kurang
intelek katanya kalau dalam setiap ucapan tidak dibumbui selingan bahasa asing
yang sebenarnya tidak perlu. Hal tersebut memunculkan istilah baru, yaitu
‘Indoglish’ kependekan dari ‘Indonesian-English’ untuk fenomena bahasa yang
kian menghantam bahasa Indonesia. Sulit dipungkiri memang, bahasa asing kini
telah menjamur penggunaannya. Mulai dari judul film, judul buku, judul lagu,
sampai pemberian nama merk produk dalam negeri. Kita pun merasa lebih bangga
jika lancar dalam berbicara bahasa asing. Namun, apapun alasannya, entah itu
menjaga prestise, mengikuti perkembangan zaman, ataupun untuk meraup
keuntungan, tanpa kita sadari secara perlahan kita telah ikut andil dalam
mengikis kepribadian dan jati diri bangsa kita sendiri.
Sekarang ini penggunaan penggunaan bentuk ‘Inggris’ sudah
banyak menggejala. Dalam bidang internet dan komputer kita banyak menggunakan
kata mendownload, mengupload, mengupdate, dienter, direlease,
didiscount, dan lain sebagainya. Tidak hanya dalam bidang komputer saja, di
bidang lain pun sering kita jumpai. Selain bahasa Asing, kedudukan bahasa
Indonesia juga semakin terdesak dengan pemakain bahasa-bahasa gaul di kalangan
remaja. Bahasa gaul ini sering kita temukan dalam pesan singkat atau sms, chatting,
dan sejenisnya. Misalnya dalam kalimat’gue gitu loh..pa sich yg ga bs’
dalam kalimat tersebut penggunaan kata ganti aku tidak dipakai lagi.
1.3 Bahasa Indonesia dan Perkembangan
Teknologi
perkembangan
teknologi tidak dapat di bendung. Kenyataan ini dapat dilihat dengan berkembang
pesatnya berbagai media elektronik seperti computer, TV, radio, HP, dan
perkembangan media jejaring social yang sangat luar biasa. Hampir sebagian
besar masyarakat dewasa ini mempunyai TV, radio, HP. Perkembangan teknologi
seperti ini dapat memberi pengaruh terhadap bahasa Indonesia sebab, tidak
jarang kita menemukan istilah yang biasa digunakan dalam teknologi tersebut
menjadi ungkapan sehari-hari dan bercampur aduk dengan bahasa Indonesia. Contoh
Documen, File, beck ground.
1.4 Hal-Hal Yang Dapat Merusak
Bahasa
1.4.1 Bahasa Sinetron
Bahasa yang diucapkan oleh artis-artis sinetron
dilayar kaca merusak bahasa nasional Indonesia. Sebab banyak kata yang
diucapkan bercampur dengan bahasa asing terutama Inggris. (Dhinar Arga Dumadi dan Analisa Widyaningrum kepada
wartawan di kampus UGM Bulaksumur Yogyakarta, Jumat (12/12/2008).
1.4.2 Bahasa SMS
SMS merupakan sebuah pesan singkat atau sebuah pesan yang ditulis
dengan singkatan-singkatan? Selanjutnya apakah 'bahasa' SMS yang demikian itu penuh
singkatan-singkatan, kaya simbol, selipan bahasa asing (Inggris) dan ketidaklengkapan
tanda baca dapat merusak bahasa Indonesia yang baik dan benar?. Untuk menjawab pertanyaan ini cerpenis dan novelis Naning Pranoto dalam bukunya yang berjudul Creative Writing,
jurus-jurus menulis kreatif dan efektif. Bahwa bahasa SMS
adalah sebuah model penulisan dengan materi yang aneh, yang hanya ditangkap dan dimengerti oleh
'kalangan sendiri', yakni antara mereka (mungkin saya dan anda) yang mengerti singkatan-singkatan,
simbol-simbol tersebut.
Contoh: “ u ge pa?
Dah bo2 lumz” = (kamu lagi apa? Sudah bobo
belum)
Kekayaan simbol, bentuk
penulisan yang menggunakan banyak singkatan justru menunjukkan sebuah keunikan
dan kekhasan bahasa SMS dan bagi saya sama sekali tidak bertentangan dengan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Di kalangan remaja, pemakaian campuran kata
bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia sering ditemukan. Masalah menjadi bertambah
ketika penulisan kata bahasa Inggris yang belum secara resmi dibahasa Indonesiakan ditulis
dengan ejaannya pada lafal bahasa Indonesia. Remaja melakukan ragam dalam penulisan tersebut sebab
memiliki beberapa dorongan seperti agar dikatakan memiliki kreatifitas, gaul,
dan berpengetahuan luas. Para remaja juga sering mengombinasikan
huruf abjad dengan angka. Hal ini jelas dapat menimbulkan kesulitan pada penerima pesan. Sebagi contoh berikut ini:
“5af ganggu, u ge d
mana?????????”
= ( maaf ganggu, kamu lagi di mana?)
“ Q ge OTW k HumZ” = (Aku lage on the way ke Home)
“ yasud TT DJ yach, C U” = (ya sudah hati-hati di jalan ya)
1.4.3 Bahasa Gaul
Bahasa gaul sudah muncul sejak awal 70-an. Awalnya digunakan
“bromocorah” agar orang di luar komunitas dari mrerka tidak mengert, jadi
mereka tidak perlu sembunyi-sembunyi jika membicarakan hal yang negatif. Bahasa
gaul yang disebut juga bahasa prokem dan digunakan dalam percakapan sehari-hari
akan terus mengalami perkembangan. Bahkan semakin bervariatif apalagi
dikalangan remaja. Misalnya kata “saya” yang dalam dialeg Jakarta atau Betawi
menjadi “gue” berubah menjadi “ogut” atau “gout”.
lebih ekstrim lagi misalnya sebutan untuk orang tua seperti
ibu atau bapak berubah menjadi ”bokap” dan “ nyokap”. Jika anak-anak muda tidak
menggunakan bahasa gaul ini mereka merasa ketinggalan jaman, kuno, gak gaul,
dan sebagainya.bahkan menurut kamus bahasa gaul sendiri, bergaul itu artinya
supel, pandai berteman, nyambung diajak ngomong, perang cerdas, dan serba tahu
info-info tajam dan terpercaya alias luas wawasan. Karena begitu seringnya
mereka gunakan diberbagai tempat, lama kelamaan orang awam pun mengerti yang
mereka maksud sehingga bahasa prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia lagi.
Kalangan orang tua sering kali merasa prihatin terhadap fenomena bahasa gaul.
Mereka menganggap jaman sekarang semakin anak bergaul, efek buruknya anak
berpotrensi menyerap kata-kata yang tidak pantas dan tidak sopan. Beberapa ciri
yang dapat merusak bahasa ihdonesia adalah:
1. Pengunaan
awalan e
Kata emang
itu bentukan dari kata memang yang
disispi bunyi e. Disini jelas terjadi pemendekan
kata berupa mengilangkan huruf depan (m).
Sehingga terjadi perbedaan saat melafalkan kata
tersebut dan merancu dari kata aslinya.
2. Kombinasi
k, a, g
Kata kagak
bentukan dari kata tidak yang
bunyinya tid diganti kag. Huruf konsonan
pada kata pertama diganti dengan k
huruf vocal i diganti a. Huruf konsonan
kedua diganti g. sehingga kata tidak
menjadi kagak.
3. Sisipan
e
Kata temen
merupakan bentukan dari kata teman yang
huruf vocal a menjadi e. Hal ini
mengakibatkan terjadinya perbedaan pelafalan.
1.4.4 Sikap Negatif
Penguna Bahasa
a. Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya
menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan
baik.
b. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai
bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak
menguasai bahasa Indonesia.
c. Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan
tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia
dengan baik.
d. Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang
lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun
penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.
Kenyataan-kenyataan
tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif dan tidak baik.
Hal itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Indonesia.
Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak
percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya
dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari
kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata,
istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing, padahal kata-kata,
istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa
Indonesia, bahkan sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia. Misalnya, page,
background, reality, alternatif, airport, masing-masing untuk “halaman”, “latar
belakang”, “kenyataan”, “(kemungkinan) pilihan”, dan “lapangan terbang” atau
“bandara”.
b. Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan
sehingga ditemukan kata dan istilah asing yang “amat asing”, “terlalu asing”,
atau “hiper asing”. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan
kata-kata asing tersebut,misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan),
(dianggap) syah. Padahal, kata-kata itu cukup diucapkan dan ditulis roh, insaf,
pihak, pasal, sarat (muatan), dan (dianggap) sah.
c. Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan
baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak
orang Indonesia yang mempunyai bermacam-macam kamus bahasa asing tetapi tidak
mempunyai satu pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata bahasa
Indonesia telah dikuasainya dengan baik. Akibatnya, kalau mereka kesulitan
menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka
akan mencari jalan pintas dengan cara sederhana dan mudah. Misalnya,
pengggunaan kata yang mana yang kurang tepat, pencampuradukan penggunaan kata
tidak dan bukan, pemakaian kata ganti saya, kami, kita yang tidak jelas.
1.4.5
Masyarakat
Bilingual atau Multilingual
Mengacu
pada sikap bahasa pada masyarakat yang bilingual atau multilingual, terdapat
dampak positif dan negatif bagi pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Memang semakin meluasnya pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,
adalah suatu hal yang positif. Tetapi dampak negatifnya seseorang sering
mendapat hambatan psikologis dalam menggunakan bahasa daerahnya yang mengenal
tingkatan bahasa, seringkali memaksa mereka terbalik-balik dalam bertutur
antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Akhirnya sering terjadi
kalimat-kalimat / kata-kata (karena banyaknya terjadi interferensi / campur
kode yang tidak terkendali) muncul kata-kata sebagai suatu ragam bahasa baru.
Misalnya, bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau bahasa Indonesia yang
keinggris-inggrisan, dan lain-lain. Hal itu pun mulai sering ditemui di
masyarakat pengguna bahasa sekarang.
Contoh:
1. Bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan.
a. Adanya pemakaian akhiran ‘o’
lihato [ lihatכ ]‘lihatlah’, yang baku sebenarnya adalah lihatlah. àLihat + o
Jadi kata bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -o, atau seperti akhiran a [ כ ] dalam bahasa Jawa.
b. Adanya pemakaian akhiran ‘-en’
ambilen [ ambIlən ], yang baku adalah ambilah.àAmbil + en
Kata ambil dalam bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -en yang merupakan akhiran dalam bahasa Jawa.
1. Bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan.
a. Adanya pemakaian akhiran ‘o’
lihato [ lihatכ ]‘lihatlah’, yang baku sebenarnya adalah lihatlah. àLihat + o
Jadi kata bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -o, atau seperti akhiran a [ כ ] dalam bahasa Jawa.
b. Adanya pemakaian akhiran ‘-en’
ambilen [ ambIlən ], yang baku adalah ambilah.àAmbil + en
Kata ambil dalam bahasa Indonesia mendapat tambahan akhiran -en yang merupakan akhiran dalam bahasa Jawa.
c. Adanya pemakaian akhiran ‘-ke’
biarke [biarke], yang baku adalah biarkan.àbiar + ke
dudukke [dudU?ke], yang baku adalah dudukkanàduduk + ke
ambilke [ambIlke], yang baku adalah ambilkanàambil + ke
Akhiran -ke tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, akhiran -ke disini digunakan seperti dalam penggunaan akhiran –ake dalam bahasa Jawa.
2. Bahasa Indonesia yang keinggris-inggrisan
Hal ini biasanya terdapat dalam pengucapan/pelafalan bahasa Indonesia yang menyerupai pelafalan/pengucapan bahasa Inggris.
Contoh:
diucapkan Becheq [bεchε?]àBecek [bεcεk]
fonem t [t] diucapkan c [c]
gicu [gicu]àGitu [gitu]
anchri [anchri]àAntri [antri]
3. Bahasa Jawa yang keindonesia-indonesiaan.
Penggunaan akhiran -lah.
Contoh:
wis ta ‘sudahlah’àwislah [wIslah]
biarke [biarke], yang baku adalah biarkan.àbiar + ke
dudukke [dudU?ke], yang baku adalah dudukkanàduduk + ke
ambilke [ambIlke], yang baku adalah ambilkanàambil + ke
Akhiran -ke tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, akhiran -ke disini digunakan seperti dalam penggunaan akhiran –ake dalam bahasa Jawa.
2. Bahasa Indonesia yang keinggris-inggrisan
Hal ini biasanya terdapat dalam pengucapan/pelafalan bahasa Indonesia yang menyerupai pelafalan/pengucapan bahasa Inggris.
Contoh:
diucapkan Becheq [bεchε?]àBecek [bεcεk]
fonem t [t] diucapkan c [c]
gicu [gicu]àGitu [gitu]
anchri [anchri]àAntri [antri]
3. Bahasa Jawa yang keindonesia-indonesiaan.
Penggunaan akhiran -lah.
Contoh:
wis ta ‘sudahlah’àwislah [wIslah]
1.5
akronim dan singkatan asing
Singkatan dan akronim asing pelafalannya diperlakukan
agak berbeda dengan singkatan dan akronin bahasa Indonesia. Sebagai singkatan,
huruf dari bahasa mana pun dilafalkan menurut
abjad bahasa Indonesia. Oleh karena itu, singkatan asing pun dilafalkan
seperti halnya lafal bahasa Indonesia.
Misalnya:
Singkatan Lafal
Baku Lafal Tidak Baku
FAO [ef-a-o] [ef-ey-ow]
IGGI [i-ge-ge-i] [ay-ji-ji-ay]
DO [de-o] [di-ow]
BBC [be-be-ce] [bi-bi-si], [be-be-se]
AC [a-ce] [ey-si],
[a-se]
WC [we-ce] [we-se],
[dablyu-si]
TV [te-ve] [ti-vi]
TVRI [te-ve-er-i] [ti-vi-er-i]
Dahulu, ketika bahasa
Indonesia masih menggunakan ejaan lama, singkatan BBC, AC, dan WC, pelafalannya
[be-be-se], [a-se], dan [we-se] karena pelafalan itu sesuai dengan nama
huruf c dalam ejaan lama, yaitu se.
Akan tetapi, sejak EYD diresmikan dan nama huruf c diubah menjadi [ce]. Dengan
demikian, BBC, AC, dan WC, pelafalannya yang baku adalah [be-be-ce].[a-ce], dan
[we-ce] karena disesuaikan dengan nama hurf c yaitu ce, sedangkan [be-be-se],
[a-se], dan [we-se] dipandang sebagai lafal yang tidak baku.
Dalam hubungan itu,
singkatan asing tidak dilafalkan dengan lafal asingnya karena dapat menyulitkan
para pemakai bahasa Indonesia. Jika singkatan dari bahasa Inggris harus
dilafalkan menurut huruf dalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana kalau kita
dihadapkan pada singkatan dari bahasa asing yang lain, seperti Prancis, Rusia,
Jerman, dan Jepang? Berapa banyak masyarakat kita yang mengenal nama huruf di
dalam bahasa-bahasa itu? Bagaimana pula melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa
itu, tentu tidak banyak yang tahu.
Dengan pertimbangan bahwa
orang Indonesia yang paham bahasa Indonesia dengan abjadnya lebih banyak
daripada jumlah orang yang mengenal bahasa asing dengan abjadnya, sebaiknyalah
singkatan dari bahasa mana pun, demi kejelasan informasi yang akan disampaikan
kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf yang terdapat dalam abjad
bahasa Indonesia. Jadi, singkatan asing
yang terdapat dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai dengan lafal
bahasa Indonesia.
Berbeda halnya dengan
singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti kata biasa. Dalam hal ini,
akronim asing pun dipandang identik dengan kata asing. Kalau kata asing dilafalkan mengikuti lafal
aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal akronim itu dalam
bahasa asalnya. Dengan demikian, akronim asing yang digunakan dalam bahasa
Indonesia, terutama yang pemakaiannya sudah bersifat internasional, dilafalkan
sesuai dengan lafal bahasa aslinya.
Misalnya”
Akronim Lafal Baku Lafal Tidak Baku
Unesco [yunesko] [unesko]
Unicep [yunisyep] [unicep]
Di
samping akronim dan kata asing, unsur
serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, yang masih
ditulis dengan ejaan asing pelafalannya pun disesuaikan dengan lafal bahasa
asingnya.
Misalnya:
reshufle tetap dilafalkan
[riesafel]
shuttlecock tetap
dilafalkan [syatelkak]
Refrensi
Muslih,
masnur. 2010. Bahasa Indonesia Pada Era
Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Pateda,
masnoer. 1990. Linguistik Sebuah
Pengantar. Bandung: Angkasa
http://istiqomahqoe.multiply.com/journal/item/8
http://fathurrokhmancenter.wordpress.com/2009/08/24/pergeseran-bahasa-indonesia-di-era-global-dan-imlpikasinya-terhadap-pembelajaran/
http://guru-idaman.blogspot.com/2009/06/sikap-dan-perilaku-berbahasa-indonesia.html
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking