Sondag 30 Junie 2013

pemaknaan puisi



BAB II
PEMAKNAAN PUISI
A.    Hakikat makna puisi
Pemaknaan puisi berarti pemberian makna terhadap puisi atau memahami puisi, yaitu mencoba menemukan makna yang terkandung dalam puisi yang berupa tema, ide, amanat, ataupun pengalaman penyair yang disampaikan melalui unsur-unsur puisi seperti diksi, bahasa kias, bunyi dan irama, citraan, gaya bahasa maupun sarana retorika. pengalaman penyair yang diungkapkan dalam puisi dapat berupa pengalaman imajinatif, pengalaman emosional, dan pengalaman intelektual (Sayuti, 1985).
Makna puisi berkaitan erat dengan unsur-unsur pembangun struktur puisi karena melalui unsur-unsur tersebutlah makna puisi dapat disampaikan. Dalam hal ini, makna dapat dipandang sebagai isi puisi, sedangkan unsur-unsur pembangun struktur puisi disebut sebagai bentuk puisi. Oleh karena itu, untuk dapat memahami makna puisi sebaiknya kita terlebih dahulu memahami unsur-unsur pembangun struktur puisi.
Di samping itu, karena sebuah puisi ditulis penyair berdasarkan kenyataan masyarakat, maka kehadiran puisi tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial budaya yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, makna puisi pun tidak dapat dilepaskan dari latar belakang tersebut. Situasi sosial budaya yang melatarbelakangi lahirnya sebuah puisi pun harus dipahami untuk dapat memaknai puisi.
Puisi juga terikat oleh konvensi( aturan ) yang melekat pada puisi, yaitu bahwa (1) puisi mengekspresikan sesuatu secara tidak lansung ( Riffaterre, 1978; Pradopo,1994 ), ( 2) puisi adalah struktur yang kompleks yang mempergunakan banyak sarana ke puisitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan jaringan efek sebanyak-banyaknya ( Altenbernd & Lewis, 1970) sehingga agar sebuah puisi bisa dipahami harus dilakukan analisis struktur. Oleh karena itu, sebelum memahami puisi  hendaknya harus memahami konveksi yang dimiliki oleh puisi tersebut.
Riffaterre mengemukakan ( 1978 ) puisi merupakan ekspresi tidak lansung. Ketidaklangsungan ekpresi tersebut disebabkan oleh tiga hal, yaitu (1) penggantian arti (displacing of meaning), (2) penyimpangan arti ( distorting of meaning ), (3) penciptaan arti ( creating of meaning ).
Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora atau metonimi (Riffaterre, 1978).  Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal yaitu (1) ambiguitas atau ketaksanaan, (2) kontradiksi, (3) nonsense (Riffaterre, 1978). 
Ambiguitas dimaksudkan sebagai makna ganda. Ambiguitas dapat berupa kata, frase, klausa, atau kalimat yang memiliki makna lebih dari satu (Pradopo, 1994). Kontradiksi berarti kebalikan. Sebuah puisi seringkali menyatakan sesuatu secara kebalikan sehingga membuat pembaca berfikir. Untuk menyatakan sesuatu secara kebalikan ini digunakan gaya ucap paradoks dan ironi. Nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi mempunyai makna. Kata-kata tersebut merupakan ciptaan penyair (Pradopo, 1994). Makna nonsense biasanya berhubungan dengan suasana tertentu dalam puisi.

B.     Metode pemaknaan puisi
Ada berbagai macam metode yang dapat membantu kita untuk memaknai puisi antara lain:
1.      Metode parafrastis
Kata parafrastis berasal dari bahasa inggris yaitu parapharase, yang berarti ‘uraian dengan kata-kata sendiri’. Metode parafrastis merupakan strategi pemahaman kandungan makna dalam suatu puisi dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berbeda dengan kata-kata dan kalimat yang digunakan pengarangnya (Aminuddin, 1987). Kalimat berbeda itu merupakan kalimat ciptaan kita sendiri.
Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk menyederhanakan kata-kata puisi yang padat dan sublimatif  kedalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Prinsip dasar dari penerapan pendekatan parafrastis pada hakikatnya berangkat dari pemikiran bahwa (1) gagasan yang sama dapat disampaikan lewat bentuk yang berbeda, (2) simbol-simbol yang bersifat konotatif dalam suatu cipta sastra dapat diganti dengan lambang atau bentuk lain yang tidak mengandung ketaksaan makna, (3) kalimat-kalimat atau baris dalam suatu cipta sastra yang mengalami pelesapan dapat dikembalikan  lagi kepada bentuk dasarnya, (4) pengubahan suatu cipta sastra baik dalam hal kata maupun kalimat yang semula simbolik dan eliptis menjadi suatu bentuk kebahasaan yang tidak lagi konotatif akan mempermudah upaya seseorang untuk memahami kandungan makna dalam suatu bacaan, dan (5) pengungkapan kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau bentuk yang tidak sama oleh seorang pembaca akan mempertajam pemahaman gagasan yang diperoleh pembaca itu sendiri (Aminuddin, 1987).

2.      Metode struktural semiotik
Metode struktural semiotik adalah metode yang dikembangkan dari teori struktural dan teori semiotik. Teori struktural melihat karya sastra sebagai struktur yang otonom, lepas dari latar belakang sejarah dan sosial budayanya. Stuktur karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang kemudian yang menjadikannya suatu totalitas (wholeness).
Pendekatan semiotik dalam ilmu sastra sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari konsep semiotik yang sudah sejak akhir abad ke-19 diperkenalkan oleh Charles Sanders Peirce, juga oleh Ferdinand de Saussure. Semiotik dipergunakan untuk menamai ilmu yang mempelajari tanda-tanda (Preminger, 1974). Ilmu semiotik (atau semiology, menurut istilah Ferdinand de Saussure) mempelajari sistem aturan (hukum) dan konvensi-konvensi yang memungkinkan timbulnya makna, membuat eksplisit konvensi-konvensi yang membangun karya sastra dan asumsi-asumsi implisit yang menentukan timbulnya makna dalam puisi (karya sastra).
Salah satu metode struktural semiotik yang dapat membantu untuk memaknai puisi adalah yang dikembangkan oleh Michael Riffaterre (1978). Menurutnya, makna karya sastra ditemukan dari meaning (arti) unsur-unsurnya yaitu kata-kata menurut kemampuan bahasanya berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi tentang gejala diluar sastra (mimeticfunction) dan arti tersebut harus ditingkatkan ke tataran semiotik.


3.      Metode sosiologis
Berkaitan dengan sosial sastra ada tiga hal yang perlu  di  perhatikan sebagai berikut. (a) pandangan yang melihat bahwa sastra adalah membawa ajaran moralitas tertentu sebagaimana diajarkan oleh para nabi. Dalam pengertian demikian, sastra berfungsi sebagai perombak dan pembaharu, (b) pandangan yang melihat bahwa sastra bertugas sebagai penghibur belaka, (c) pandangan yang menggabungkan (a) dan (b), yaitu bahwa sastra itu mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur, atau dalam istilah horatius, dulce et utile.
Pendekatan sosiologis seperti yang diuraikan dapat diterapkan pada karya-karya sastra prosa seperti novel, drama, cerpen, dan puisi. Tidak setiap puisi bisa didekati dengan pendekatan sosiologis. Lain halnya dengan prosa, hampir setiap prosa bisa didekati dengan metode sosiologis. Hal itu mengingat isi prosa cenderung bersifat dialogis yang didalamnya telah terjadi suatu proses soial antar tokoh. belum lagi apabila 



BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Pemaknaan puisi berarti pemberian makna terhadap puisi atau memahami puisi yaitu mencoba menemukan makna yang terkandung dalam puisi yang berupa tema, ide, amanat, ataupun pengalaman penyair yang disampaikan melalui unsur-unsur puisi. Puisi juga terikat oleh konvensi (aturan) yang melekat pada puisi.
Ada beberapa macam metode yang dapat membantu kita dalam memaknai puisi antara lain:
1.      Metode parafrastis
2.      Metode struktural semiotik
3.      Metode sosiologis


















1 opmerking: