BAB
II
PEMAKNAAN
PUISI
A. Hakikat
makna puisi
Pemaknaan
puisi berarti pemberian makna terhadap puisi atau memahami puisi, yaitu mencoba
menemukan makna yang terkandung dalam puisi yang berupa tema, ide, amanat,
ataupun pengalaman penyair yang disampaikan melalui unsur-unsur puisi seperti
diksi, bahasa kias, bunyi dan irama, citraan, gaya bahasa maupun sarana
retorika. pengalaman penyair yang diungkapkan dalam puisi dapat berupa
pengalaman imajinatif, pengalaman emosional, dan pengalaman intelektual
(Sayuti, 1985).
Makna
puisi berkaitan erat dengan unsur-unsur pembangun struktur puisi karena melalui
unsur-unsur tersebutlah makna puisi dapat disampaikan. Dalam hal ini, makna
dapat dipandang sebagai isi puisi, sedangkan unsur-unsur pembangun struktur
puisi disebut sebagai bentuk puisi. Oleh karena itu, untuk dapat memahami makna
puisi sebaiknya kita terlebih dahulu memahami unsur-unsur pembangun struktur
puisi.
Di
samping itu, karena sebuah puisi ditulis penyair berdasarkan kenyataan
masyarakat, maka kehadiran puisi tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial
budaya yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, makna puisi pun tidak dapat
dilepaskan dari latar belakang tersebut. Situasi sosial budaya yang
melatarbelakangi lahirnya sebuah puisi pun harus dipahami untuk dapat memaknai
puisi.
Puisi
juga terikat oleh konvensi( aturan ) yang melekat pada puisi, yaitu bahwa (1)
puisi mengekspresikan sesuatu secara tidak lansung ( Riffaterre, 1978;
Pradopo,1994 ), ( 2) puisi adalah struktur yang kompleks yang mempergunakan
banyak sarana ke puisitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan jaringan efek
sebanyak-banyaknya ( Altenbernd & Lewis, 1970) sehingga agar sebuah puisi
bisa dipahami harus dilakukan analisis struktur. Oleh karena itu, sebelum
memahami puisi hendaknya harus memahami
konveksi yang dimiliki oleh puisi tersebut.
Riffaterre
mengemukakan ( 1978 ) puisi merupakan ekspresi tidak lansung. Ketidaklangsungan
ekpresi tersebut disebabkan oleh tiga hal, yaitu (1) penggantian arti (displacing of meaning), (2)
penyimpangan arti ( distorting of meaning
), (3) penciptaan arti ( creating of
meaning ).
Penggantian
arti disebabkan oleh penggunaan metafora atau metonimi (Riffaterre, 1978). Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal
yaitu (1) ambiguitas atau ketaksanaan, (2) kontradiksi, (3) nonsense (Riffaterre, 1978).
Ambiguitas
dimaksudkan sebagai makna ganda. Ambiguitas dapat berupa kata, frase, klausa,
atau kalimat yang memiliki makna lebih dari satu (Pradopo, 1994). Kontradiksi
berarti kebalikan. Sebuah puisi seringkali menyatakan sesuatu secara kebalikan
sehingga membuat pembaca berfikir. Untuk menyatakan sesuatu secara kebalikan
ini digunakan gaya ucap paradoks dan ironi. Nonsense
adalah kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi
mempunyai makna. Kata-kata tersebut merupakan ciptaan penyair (Pradopo, 1994).
Makna nonsense biasanya berhubungan
dengan suasana tertentu dalam puisi.
B. Metode
pemaknaan puisi
Ada
berbagai macam metode yang dapat membantu kita untuk memaknai puisi antara lain:
1. Metode
parafrastis
Kata
parafrastis berasal dari bahasa
inggris yaitu parapharase, yang
berarti ‘uraian dengan kata-kata sendiri’. Metode parafrastis merupakan strategi pemahaman kandungan makna dalam
suatu puisi dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan
pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berbeda dengan
kata-kata dan kalimat yang digunakan pengarangnya (Aminuddin, 1987). Kalimat
berbeda itu merupakan kalimat ciptaan kita sendiri.
Penggunaan
metode ini dimaksudkan untuk menyederhanakan kata-kata puisi yang padat dan
sublimatif kedalam bahasa yang sederhana
dan mudah dipahami. Prinsip dasar dari penerapan pendekatan parafrastis pada hakikatnya berangkat
dari pemikiran bahwa (1) gagasan yang sama dapat disampaikan lewat bentuk yang
berbeda, (2) simbol-simbol yang bersifat konotatif dalam suatu cipta sastra
dapat diganti dengan lambang atau bentuk lain yang tidak mengandung ketaksaan
makna, (3) kalimat-kalimat atau baris dalam suatu cipta sastra yang mengalami
pelesapan dapat dikembalikan lagi kepada bentuk dasarnya, (4) pengubahan
suatu cipta sastra baik dalam hal kata maupun kalimat yang semula simbolik dan
eliptis menjadi suatu bentuk kebahasaan yang tidak lagi konotatif akan
mempermudah upaya seseorang untuk memahami kandungan makna dalam suatu bacaan,
dan (5) pengungkapan kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau
bentuk yang tidak sama oleh seorang pembaca akan mempertajam pemahaman gagasan
yang diperoleh pembaca itu sendiri (Aminuddin, 1987).
2. Metode
struktural semiotik
Metode
struktural semiotik adalah metode yang dikembangkan dari teori struktural dan
teori semiotik. Teori struktural melihat karya sastra sebagai struktur yang otonom,
lepas dari latar belakang sejarah dan sosial budayanya. Stuktur karya sastra
dibangun oleh unsur-unsur yang kemudian yang menjadikannya suatu totalitas (wholeness).
Pendekatan
semiotik dalam ilmu sastra sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari
konsep semiotik yang sudah sejak akhir abad ke-19 diperkenalkan oleh Charles
Sanders Peirce, juga oleh Ferdinand de Saussure. Semiotik dipergunakan untuk
menamai ilmu yang mempelajari tanda-tanda (Preminger, 1974). Ilmu semiotik
(atau semiology, menurut istilah
Ferdinand de Saussure) mempelajari sistem aturan (hukum) dan konvensi-konvensi yang
memungkinkan timbulnya makna, membuat eksplisit konvensi-konvensi yang
membangun karya sastra dan asumsi-asumsi implisit yang menentukan timbulnya
makna dalam puisi (karya sastra).
Salah
satu metode struktural semiotik yang dapat membantu untuk memaknai puisi adalah
yang dikembangkan oleh Michael Riffaterre (1978). Menurutnya, makna karya
sastra ditemukan dari meaning (arti) unsur-unsurnya yaitu kata-kata menurut
kemampuan bahasanya berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi tentang
gejala diluar sastra (mimeticfunction) dan arti tersebut harus ditingkatkan ke
tataran semiotik.
3. Metode
sosiologis
Berkaitan
dengan sosial sastra ada tiga hal yang perlu
di perhatikan sebagai berikut. (a)
pandangan yang melihat bahwa sastra adalah membawa ajaran moralitas tertentu
sebagaimana diajarkan oleh para nabi. Dalam pengertian demikian, sastra
berfungsi sebagai perombak dan pembaharu, (b) pandangan yang melihat bahwa
sastra bertugas sebagai penghibur belaka, (c) pandangan yang menggabungkan (a)
dan (b), yaitu bahwa sastra itu mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur, atau
dalam istilah horatius, dulce et utile.
Pendekatan
sosiologis seperti yang diuraikan dapat diterapkan pada karya-karya sastra
prosa seperti novel, drama, cerpen, dan puisi. Tidak setiap puisi bisa didekati
dengan pendekatan sosiologis. Lain halnya dengan prosa, hampir setiap prosa
bisa didekati dengan metode sosiologis. Hal itu mengingat isi prosa cenderung bersifat
dialogis yang didalamnya telah terjadi suatu proses soial antar tokoh. belum
lagi apabila
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pemaknaan puisi berarti pemberian makna
terhadap puisi atau memahami puisi yaitu mencoba menemukan makna yang
terkandung dalam puisi yang berupa tema, ide, amanat, ataupun pengalaman
penyair yang disampaikan melalui unsur-unsur puisi. Puisi juga terikat oleh
konvensi (aturan) yang melekat pada puisi.
Ada beberapa macam metode yang dapat
membantu kita dalam memaknai puisi antara lain:
1. Metode
parafrastis
2. Metode
struktural semiotik
3. Metode
sosiologis
Saya Inggin bertanyya metode mana yang paling mudah digunakan ?
AntwoordVee uit