BAB I
PROFESI KEGURUAN
1.1 Profesi Guru Merupakan Ibadah
Ibadah adalah hubungan manusia
dengan Tuhan. Hubungan yang bersifat vertical. Interaksi antara pencipta dengan
ciptaannya. Rasa penghargaan dan cinta yang luar biasa antara makhluk dan
khaliknya. Berangkat dari keyakinan inilah konsep pengajaran ini berawal.
1.2
Yang Membimbing Dengan Nurani
Sering
kali terjadi pembimbing membantu seseorang hanya untuk menunjukkan dia lebih
pintar. Nasehat yang disampaikannya hanyalah untuk membuktikannya bahwa dia
lebih hebat, lebih berwawasan dan lebih berilmu dari orang yang dinasehatinya.
Ini jelas tidak termasuk kategori pembimbing dengan nurani. Ini jelas
bukan membimbing. Ini sebuah arogansi.
1.3Yang
Mendidik Dengan Segenap Keikhlasan
Dari perspektif ini mari kita bertitik tolak dari
kata didik, Educate. Menurut Webseter’s dictionary, educate,
adalah Develop the mind, knowledge or skill. Jadi mendidik menurut versi
Webseter’s adalah usaha pengembangan tidak hanya pengetahuan atau keahlian,
tapi juga pengembangan pikiran. Pola piker sungguh sangat menentukan kehidupan
seseorang. Prof. William James, Bapak psikologi modern, berkata “Penemuan
yang palinghebat dari generasi saya adalah bahwa manusia dapat mengubah
kehidupan mereka dengan mengubah pola piker mereka.” Seperti yang
dituturkan oleh Gloria Steinem, dengan penuh keikhlasan, “Pendidikan
bukanlah sesuatu yang diperoleh seseorang, tapi pendidikan adalah proses seumur
hidup.
1.4 Yang Menginspirasi Dan Menyampaikan Kebenaran Dengan
Rasa Kasih
Katakanlah kebenaran itu
sekalipun pahit.” Meski pun
pahit kebenaran akan tetap menjadi kebenaran. Dengan rasa kasih, kepahitan itu
menjadi sesuatu yang tak pahit lagi. Sungguh, melalui hal-hal yang pahit itu,
kita akan lebih menikmati arti sebuah rasa manis. Tak
ada kepahitan hidup yang tak menyisakan kesan, bila kita mau membuka hati.
1.5 Yang Mengajar Dengan Hati
Pada dasarnya apa pun yang bermula dari hati akan juga
diterima oleh hati. “What comes from the heart goes to
the heart” Demikian kata orang bijak. Memang banyak hal didalam hidup ini
yang tidak kasat mata, namun sangat jelas bagi sang hati. Sharing (berbagi)
sesuatu yang membebani hati membuat hidup ini terasa lebih nyaman, membuat jiwa
lebih lega. Karena memang pada dasarnya setiap orang memiliki bebannya
masing-masing. Tak terkecuali para pembelajar di bawah asuhan kita. Karyawan di perusahaan kita. Anak-anak kita, atau bahkan
kita sendiri. Dengan kebersamaan dan saling berbagi beban itu akan terasa
ringan
BAB II
SENI DALAM MENGAJAR
2.1 Seni
Dalam Mengajar
Guru
adalah seseorang yang mengajar dengan
hatinya, membimbing dengan nurainya, mendidik dengan segenap keikhlasan
dan menginspirasi dan menyampaikan kebenaran dengan rasa kasih. Tak kalah
pentingnya adalah hasratnya untuk mempersembahkan apapun yang dia karyakan
sebagai ibadah terhadap Tuhannya. Berani bercita-cita, berani memulai, berani
berproses, berani berkorban, dan berani untuk selalu evaluasi diri, adalah
kunci kesuksesan. Banyak orang yang tak berbuat bukan karena tak mampu,
melainkan karena tak bertekat. Tekat yang kuat disertai tawakal akan membuka
kesempatan yang tak tampak sebelumnya.
Dari
pengalaman saya, kebanggaan pembelajar atas pujian guru yang tulus, memicu
mereka untuk belajar lebih banyak dan
lebih banyak lagi secara suka cita. Inilah sebenarnya kunci dari keberhasilan
sebuah pendidikan, bahwa guru mampu membuat siswa menjadi seorang pembelajar sejati. Seorang pembelajar yang
mencari sendiri hakikat sebuah ilmu. Belajar benar-benar dengan penuh suka
cita. Tidak diragukan lagi bahwa para pembelajar yang diberi kesempatan untuk
mengekspresikan diri secara bermakna, mempunyai peluang atau cenderung lebih
kecil melakukan tindak kekerasan fisik karena dorongan hatinya.
Mampu
mendengarkan orang lain dengan sikap simpatik dan penuh pengertian merupakan
mekanisme paling efektif di dunia untuk memiliki hubungan baik dengan orang dan
menjalin persahabatan yang abadi. Kita,
“Hiduplah selagi Anda hidup. Jangan meninggal sebelum Anda mati. Antusiasme dan
keinginan dapat mengubah kekurangan menjadi keunggulan. Air berubah menjadi uap
hanya dengan perbedaan suhu satu derajat dan uap dapat menggerakkan mesin
terbesar di dunia sekalipun. Seperti itulah, antusiasme membantu kita melakukan
sesuau dalam hidup kita.
Profesi
apapun, mempunyai value sebagai berikut :
Selalu
menanamkan hal-hal yang indah dan bermakna pada setiap pergantian detik yang
kita lalui.
Menghormati
orang lain di setiap kesempatan yang ada
Lembut hati
Berempati kepada
sesama dari waktu ke waktu
Rendah hati
Mengasihi sesama
di setiap kesempatan
Terus menimba
ilmu dan menambah wawasan
Mencintai
pekerjaan
Jujur
Menjadi diri
sendiri
Murah senyum
Murah hati
Menyikapi apa
pun dengan sikap mental positif
Proaktif
Memiliki
kebiasaan yang produktif
Pendengar yang
baik
Berani membuka
diri untuk sesuatu yang baru
Tepat waktu
Tampil sebaik
dan sepantas mungkin.
BABIII
KONSEP
PROFESI KEGURUAN
3.1 Pengertian dan Syarat-syarat Profesi
Ornsyein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan
yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini :
a.
Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang
hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b.
Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan
tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat
melakukannya).
c.
Menggunakan hasil penelitian dan
aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
d.
Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e.
Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk
(untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan
khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
f.
Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
(tidak diatur oleh orang luar).
g.
Menerima tanggung jawab terhadaap keputusan yang diambil dan unjuk kerja
yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung
bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan
atau instansi yang lebih tinggi).
h.
Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
i.
Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap
layanan yang akan diberikan.
j.
Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari
supervisi dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien, sementara tidak ada
supervisi daru luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
k.
Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
l.
Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan
mengakui keberhasilan anggotanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan
dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter
Indonesia (IDI , bukan oleh Departemen
Kesehatan).
m.
Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau
menyangsikan yang berhubungan dengan
layanan yang diberikan.
n.
Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan dari
diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu menyakini dokter lebih tahu
tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
o.
Mempunyai status dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lainnya).
Tidak jauh berbeda
dengan ciri-ciri di atas, Sanusi et al (1991), mengutarakan ciri-ciri utama suatu
profesi itu sebagai berikut :
a.
Suatu jabatan yang dimiliki fungsi dan signifikansi sosial yang
menentukan (crusial).
b.
Jabatan yang menuntut keterampilan atau keahlian tertentu.
c.
Keterampilan atau keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui
pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d.
Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik,
eksplisit, yang bukan halnya sekedar pendapat khalayak umum.
e.
Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu
yang cukup lama.
f.
Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
g.
Dalam memberikan laayanan kepada masyarakat, anggota profesi itu
berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h.
Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i.
Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas
dari campur tangan orang luar.
j.
Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh
karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Kalau kita pakai acuan ini maka jabatan pedagang, penyanyi, penari, serta
tukang koran yang disebut pada bagian pertama jelas bukan profesi. Tetapi yang
akan kita bicarakan selanjutnya adalah jabatan guru, apakah jabatan guru telah
dapat disebut sebagai suatu profesi?
3.2 Pengertian dan Syarat-syarat Profesi
Keguruan
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba
menyusun kriterianya. Misalnya National Education Association (NEA, 1998)
menyarankan kriteria berikut:
a.
Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b.
Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c.
Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan
dengan pekerjaan yang memerlukan latihan
umum belaka).
d.
Jabatan yang memerlukan latihan dan jabatan yang berkesinambungan.
e.
Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f.
Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g.
Jabatan yang lebih tinggi mementingkan layanan di atas keuntungan
pribadi.
h.
Jabatan yang mempunyai organisasi profersional yang kuat dan terjalin
erat.
Sekarang yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah apakah semua
kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan mengajar atau oleh guru? Mari kita
lihat satu persatu.
a.
Jabatan yang melibatkan kegiatan
intelektual
Mengajar
melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual.
Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota
profesi ini adalah dasar bagi dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar
seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi
(Stinnett dan Huggett, 1963).
b. Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang
khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli
pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan
mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya.
c. Jabatan
yang memerlukan persiapan latihan yang lama
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen
pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup
lama amat perlu mendidik guru yang berwenang.
d. Jabatan
yang memerlukan latihan dalam jabatan yang sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti
yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan
berbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit
maupun tanpa kredit.
e.
Jabatan yang
menyajikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
Diluar negeri barangkali syarat jabatan
guru sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut
bahwa mengajar adalah jabatan profesional.
f.
Jabatan yang menentukan
bakunya sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang
banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota
profesional sendiri, terutama dinegara kita. Baku jabatan guru masih sangat
banyak diatur oleh pihak pemerintah,
atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan
pendidikan swasta.
g.
Jabatan yang
mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang
mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu digunakan lagi.
h.
Jabatan yang
mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin rapat
Semua profesi yang terkenal mempunyai
organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan
melindungi anggotanya.
3.
Perkembangan profesi keguruan
Dalam
sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat
tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap
sebagai orang yang seba tahu.
3.4
Kode Etik Profesional Keguruan
Setiap
profesi, seperti telah dibacakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode
etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru dan
lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profersi mempunyai kode etik. Sama
halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum
memiliki pengertian yang sama. Sebagai contoh, dapat dicantumkan beberapa pengertian kode, etik antara lain
sebagai berikut :
1. Pengertian
kode etik
a. Menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan
jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai
pedoman, sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.”
Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan
bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur
negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku,
dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup
sehari-hari.
b.
Dalam pidato
pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa
Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru
warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru
(PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni :
·
Sebagai landasan
moral.
·
Sebagai pedoman
tingkah laku.
2. Tujuan
kode etik
a. Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi.
b. Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
c. Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
d. Untuk
meningkatkan mutu profesi.
e. Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi.
3. Penetapan
kode etik
Penetapan kode etik
lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi.
4. Sanksi
pelanggaran kode etik
Sering juga kita
jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal
yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat
meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian,
maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya
memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
5. Kode
etik guru Indonesia
Kode Etik Guru
Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi
guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan
bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan
pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas
pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.
3.5 Kode Etik Guru
Indonesia
Guru indonesia
menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, bangsa, dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang
berjiwa Pancasila dan setiap pada
Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru
Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyannya dengan memedomani dasar-dasar
sebagai berikut :
¡ Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
¡ Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profersional.
¡ Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
¡ Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
¡ Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab terhadap pendidikan.
¡ Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
¡ Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
¡ Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru
indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, bangsa, dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setiap
pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab
itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyannya dengan memedomani
dasar-dasar sebagai berikut :
¡ Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
¡ Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profersional.
¡ Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
¡ Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
¡ Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab terhadap pendidikan.
¡ Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
¡ Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
¡ Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
3.6
Organisasi Profesional Keguruan
a.
Fungsi
organisasi professional keguruan
b.
Jenis-jenis
organisasi keguruan:
1.
Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI)
2.
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
3.
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
4.
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
5.
Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan
Indonesia (HISAPIN)
6.
Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia
(HSPBI)
BAB
IV
SIKAP
PROFESSIONAL KEGURUAN
4.1
Pengertian
Guru sebagai
pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat
menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan
masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan
perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau
tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya,
memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru
berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya
serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Sikap
profesional keguruan terhadap :
1.
Peraturan
perundang-undangan
2.
Organisasi
profesi
3.
Teman sejawat
4.
Anak didik
5.
Tempat kerja
6.
Pemimpin dan
7.
Pekerjaan
4.2
Sasaran
Sikap Profesional
1.
Sikap terhadap
peraturan perundang-undangan.
2.
Sikap terhadap
organisasi profesi.
3.
Sikap terhadap
teman sejawat
Dalam
ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”. Ini berarti bahwa :
a. Guru
hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan
kerjanya.
b.
Guru hendaknya
menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di
dalam dan di luar lingkungan kerjanya. Atau juga dengan pengertian sebagai
berikut:
Ø Hubungan
guru berdasarkan lingkungan kerja.
Ø Hubungan
guru berdasarkan lingkungan keseluruhan.
4.
Sikap terhadap
anak didik.
5.
Sikap terhadap
tempat kerja.
6.
Sikap terhadap
pemimpin.
7.
Sikap terhadap
pekerjaan.
4.3
Pengembangan
Sikap Profesional
Seperti telah
diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional,
maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini
berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu
dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan,
baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam
jabatan).
BAB
V
BIMBINGAN
DAN KONSELING
5.1
Pengertian
Bimbingan dan Konseling
5.1.1 Pengertian Bimbingan
Menurut Jones
(1963), Guidance is the help given by one person to another making choice
and adjustments and in solving problems. Dalam pengertian tersebut
terkandung maksud bahwa tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu yang
dibimbing mampu membantu dirinya sendiri, sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing (klien).
Ini senada dengan pengertian bimbingan
yang dikemukakan oleh Rochman Natawidjaja (1978) :
Ø Bimbingan
adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, upaya individu tersebut dapat dipahami dirinya sehingga ia sanggup
mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan
keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan
hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Selanjutnya Bimo Walgito (1982 :
11) menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan para ahli,
sehingga mendapatkan rumusan sebagai berikut :
·
Bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam
kehidupan, agar individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya.
5.1.2
Pengertian
Konseling
Istilah
konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan
dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Konseling
adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana yang
seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih baik
memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada
waktu itu dan pada waktu yang akan
datang.
5.2 Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan
Sekolah
1. Sekolah
merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah, di mana anak dalam waktu sekian
jam (± 6 jam) hidupnya berada di
sekolah.
2. Para
siswa yang usianya relatif masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam
memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai
macam kesulitan.
3. Lundquist
dan Chamely yang dikutip oleh Belkin, (1981) mengatakan :
4. Mengembangkan
dan memperluas pandangan guru tentang
masalah afektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru.
5. Mengembangkan
wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses
belajar-mengajar.
6. Mengembangkan
sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif.
7. Mengatasi
masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya.
5.3
Tujuan
Bimbingan di Sekolah
Ø Mengatasi
kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
Ø Mengatasi
terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada saat
proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam hubungan sosial.
Ø Mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.
Ø Mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan pemilihan jenis
pekerjaan setelah mereka tamat.
Ø Mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-emosional di sekolah
yang bersumber dari sikap murid yang
bersangkutan terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sekolah, keluarga,
dan lingkungan yang lebih luas.
5.4 Peranan Bimbingan dan Konseling Dalam Pembelajaran
Siswa
Abu Ahmadi (1977) mengemukakan
sebagai berikut :
a.
Hasil belajarnya
rendah, dibawah rata-rata kelas.
b.
Hasil yang
dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
c.
Menunjukkan
sikap yang kurang wajar ; suka menentang, dusta, tidak mau menyelesaikan
tugas-tugas, dan sebagainya.
d.
Menunjukkan
tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dan
sebagainya.
1. Bimbingan
belajar
ü Cara
belajar, baik belajar secara kelompok ataupun individu.
ü Cara
bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
ü Efisiensi
dalam menggunakan buku-buku pelajaran.
ü Cara
mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu.
ü Cara,
proses dan prosedur tentang mengikuti pelajaran.
2. Bimbingan
social
Bimbingan
sosial ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memecahkan dan mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah sosial, sehingga terciptalah
suasana belajar-mengajar yang kondusif. Menurut Abu Ahmadi (1977) bimbingan
sosial ini dimaksudkan untuk :
a.
Memperoleh
kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
b.
Membantu
memperoleh persahabatan yang sesuai.
c.
Membantu
mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah tertentu.
3.
Bimbingan dalam
mengatasi masalah-masalah pribadi
a. Perkembangan
intelektual dengan emosional-nya.
b. Bakat
dengan aspirasi lingkungannya.
c. Kehendak
siswa dengan orang tua atau lingkungannya.
d. Kepentingan
siswa dengan situasi lingkungan.
e. Bakat
dan pendidikan yang kurang bermutu dengan kelemahan keengganan mengambil
pilihan.
Menurut
Downing (1968) mengemukakan layanan bimbingan di sekolah sangat bermanfaat
terutama dalam membantu :
a.
Menciptakan
suasana hubungan sosial yang menyenangkan.
b.
Menstimulasi
siswa agar mereka meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan belajar-mengajar.
c.
Menciptakan atau
mewujudkan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
d.
Meningkatkan
motivasi belajar siswa.
e.
Menciptakan dan
menstimulasi tumbuhnya minat belajar.
5.6 Landasan Bimbingan dan Konseling
1.
Bimbingan selalu memperhatikan perkembangan siswa sebagai individu yang mandiri
dan mempunyai potensi untuk berkembang.
2.
Bimbingan berkisar pada dunia subjektif
masing-masing individu.
3.
Kegiatan bimbingan dilaksanakan atas
dasar kesepakatan antara pembimbing dengan yang dibimbing.
4. Bimbingan
berdasarkan pengakuan akan martabat dan keluhuran individu yang dibimbing
sebagai manusia yang mempunyai hak-hak asasi (human rights).
5. Bimbingan
adalah suatu kegiatan yang bersifat ilmiah yang mengintegrasikan
bidang-bidang ilmu yang berkaitan dengan
pemberian bantuan psikologis.
6. Pelayanan
ditujukan kepada semua siswa, tidak hanya untuk individu yang bermasalah saja.
7. Bimbingan
merupakan suatu proses, yaitu berlangsung secara terus-menerus,
berkesinambungan, berurutan, dan mengikuti tahap-tahap perkembangan anak.
5.7
Prinsip-prinsip Operasional Bimbingan dan Konseling Sekolah
a.
Prinsip-prinsip
umum.
b.
Prinsip-prinsip
yang berhubungan dengan individu yang dibimbing.
c.
Prinsip-prinsip
khusus yang berhubungan dengan individu yang memberikan bimbingan.
d.
Prinsip-prinsip
khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan.
5.8
Asas-asas
Bimbingan dan Konseling
a. Asas
kerahasiaan.
b. Asas
keterbukaan.
c. Asas
kesukarelaan.
d. Asas
kekinian.
e. Asas
kegiatan.
f. Asas
kedinasan.
g. Asas
keterpaduan.
h. Asas
kenormatifan.
i.
Asas keahlian.
j.
Asas alih
tangan.
k. Asas
Tut Wuri Handayani.
5.9 Asas-asas bimbingan dan konseling
1. Orientasi
individual
2. Orientasi
perkembangan
3. Orientasi
masalah
5.10
Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Sehubungan
dengan itu, Bimo Walgito (1980) mengemukakan beberapa butir rumusan kode etik
bimbingan dan konseling sebagai berikut :
1. Pembimbing
atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan
harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing
harus berusaha semaksimal mungkin untuk
dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada
keahliannya atau wewenangnnya. karena itu, pembimbing jangan sampai mencampuri
wewenang serta tanggung jawab yang bukan wewenang dan tanggung jawabnya.
BABVI
GURU DAN PERMASALAHANNYA
6.1 Peranan guru dari masa ke masa
1. Peranan
guru pada masa penjajahan.
2. Peranan
guru pada masa kemerdekaan.
6.2 Guru dan tantangan globalisasi
1. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar.
2. Krisis
moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia.
3. Krisis
sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang
terjadi dalam masyarakat.
4. Krisis
identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia.
5. Adanya
perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia.
6.3 Mengubah paradigma peran guru
Beberapa
paradigma baru yang harus diperhatikan guru dewasa ini adalah sebagai berikut :
a.
Tidak
terjebak pada rutinitas belaka, tetapi
selalu mengembangkan dan memberdayakan diri secara terus-menerus untuk
meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal
maupun pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya.
b.
Guru mampu
menyusun dan melaksanakan strategi dan model pembelajaran yang aktif, inovatif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) yang dapat menggairahkan motivasi
belajar peserta didik.
c.
Dominasi guru
dalam pembelajaran, dikurangi sehingga memberikan kesempatan dan kreatif kepada
peserta didik untuk lebih berani, mandiri, dan kreatif dalam proses belajar
mengajar.
d.
Guru mampu
memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran sehingga peserta didik
mendapatkan sumber belajar yang lebih bervariasi.
e.
Guru menyukai
apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai suatu profesi yang menyenangkan.
f.
Guru mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang muktahir sehingga memiliki
wawasan yang luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini.
g.
Guru mampu
menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan
mempunyai integritas yang tinggi.
h.
Guru mempunyai
visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman sehingga siap menghadapi
perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik.
BAB
VII
MENJADI
GURU PROFESSIONAL
7.1 Pengertian Profesionalisme guru
Guru
yang profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Seorang guru yang
profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal, antara lain :
memiliki kualisifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi
keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan
produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan
selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus melalui organisasi
profesi, internet, buku, seminar, dan semacamnya.
7.2
Membedakan Aspek Profesionalisme Guru
Kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sendiri sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan
sebaik-baiknya.
Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
7.3 Kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi guru
Guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Standar kompetensi inti pendidik adalah menguasai karakteristik
peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan
intelektual dan sebagainya. Sertifikasi profesi guru adalah proses untuk
memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan
standar kompetensi.
7.8 Sertifikasi guru dalam jabatan
1. Prinsip
sertifikasi
a. Dilaksanakan
secara objektif, transparan dan akuntabel objektif.
b. Berjunjung
pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan mutu guru dan
kesejahteraan guru.
c. Dilaksanakan
sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan.
d. Dilaksanakan
secara terencana dan sistematis.
e. Menghargai
pengalaman kerja guru.
f. Jumlah
peserta sertifikasi guru diterapkan oleh pemerintah.
2. Penetapan
peserta sertifikasi guru
a. Penghitungan
kuota.
b. Penetapan
peserta.
c. Sertifikasi
bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya (mismatch).
3. Pengertian
dan fungsi portopolio
Portopolio
adalah buku bukti fisik yang mengambarkan pengalaman berkarya atau prestasi
yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu
tertentu. Fungsi portopolio adalah sebagai wahana guru untuk menampilkan dan
atau membuktikan unjuk kerjanya yang meliputi produktifitas, kualitas dan
relevansi melalui karya-karya utama dan pendukung.
4. Pengertian
dan fungsi portopolio
a. Kualifikasi
akademik.
b. Pendidikan
dan pelatihan.
c. Pengalaman
mengajar.
d. Perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran.
e. Penilaian
dari atasan dan pengawas.
f. Prestasi
akademik.
g. Karya
pengembangan profesi.
h. Keikutsertaan
dalam forum ilmiah.
i.
Pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial.
j.
Penghargaan yang
relevan dengan bidang pendidikan.
BAB VIII
LIMA PERANAN GURU DAN
ENAMBELAS PILAR PEMBANGUN KARAKTER
8.1
Peranan Guru
1.
I’m
A god’s Creature (Profesi Guru Merupakan Ibadah)
Ibadah adalah hubungan manusia dengan
Tuhan. Hubungan yang bersifat vertikal. Interaksi antara pencipta dengan
ciptaannya. Rasa penghar-gaan dan cinta yang luar biasa antara makhluk dan
khaliknya. Berangkat dari keyakinan inilah konsep pengajaran ini berawal.
2.
I’m
A Teacher (Yang Mengajar Dengan Hati)
Pada dasarnya apa pun yang bermula dari
hati akan juga diterima oleh hati. “What comes from the heart goes to the
heart” demikian kata orang bijak. Memang banyak hal di dalam hidup ini yang
tidak kasat mata, namun sangat jelas bagi sang hati.
3. I’m A Guide (Yang
Membimbing Dengan Nurani)
Membimbing dengan nurani adalah
mengarahkan (direkting) orang lain ke arah yang positif, tanpa membuat
mereka merasa diarahkan. Membantu seseorang menyelesaikan masalahnya dengan
memberikan masukan-masukan yang konstruktif, dengan cara yang arif, sehingga
yang dibantu tidak merasa diajari dan tidak ada kesan “saya lebih hebat dari
kamu”.
4. I’m An Educator (Yang
Mendidik Dengan Segenap Keiklasan).
Yah, memang kita harus baik dulu sebelum
bisa memperbaiki orang lain. Kita harus punya cinta dulu, kalau kita mau
dicintai dan mencintai. Teruslah bersahabat dengan baik hati. Teruslah
mengedukasi diri, agar keikhlasan terpancar dari diri kita. Hidup ini harus
diraih!! Kita sungguh makhluk yang menakjubkan!
5. I’m An Inspirer (Yang
Menginspi-rasi dan menyampaikan Kebenaran Dengan Rasa Kasih)
“Katakanlah kebenaran itu sekali pun pahit”.
Meskipun pahit kebenaran akan tetap menjadi kebenaran. Dengan rasa kasih,
kepahitan itu menjadi sesuatu yang tidak pahit lagi. Sungguh, melalui hal-hal
yang pahit itu, kita akan lebih menikmati arti sebuah rasa manis. Tak ada
kepahitan hidup yang tidak menyisakan pesan, bila kita mau membuka hati.
8.2 Pilar Pembangun
Karakter
1.
Kasih
Sayang
Pilar pertama yang sangat penting dalam
membentuk jiwa-jiwa yang unggul adalah rasa kasih yang tulus. Sebuah kasih
sayang yang ikhlas dari sang guru kepada
para pembelajar akan menukar dan gaungnya akan terasa sampai ke jiwa. Kasih
sayang akan melancarkan semua keinginan, semua harapan, semua tujuan yang
hendak dicapai.
2.
Penghargaan
Saya sering kali terkesima melihat
siswa-siswa saya sendiri. Kekaguman yang benar-benar keluar dari hati saya.
Terkadang saya bergumam sendiri, “Wow, hebatnya!” dan kerapkali itu keluar dari
mulut saya tanpa saya sadari, dan sering tertangkap oleh telingan mereka.
Banyangkan betapa senangnya mereka mendapat pujian yang benar-benar tulus.
Dari pengalaman
saya, kebanggaan pembelajar atas pujian guru yang tulus, memicu untuk
belajar lebih banyak dan lebih banyak
lagi secara suka cita. Inilah sebenarnya kunci dari keberhasilan sebuah
pendidikan, bahwa guru mampu membuat siswa menjadi seorang pembelajar sejati.
Seorang pembelajar yang mencari
sendiri hakikat sebuah ilmu. Belajar
benar-benar dengan penuh suka cita.
3.
Pemberian
Ruang Untuk Pengem-bangan Diri
Saya sangat yakin bahwa dimanapun kita belajar, sehebat
apa pun materi yang kita pakai, dan secanggih apa pun perlengkapan yang kita
miliki, tanpa pendekatan sang guru yang
pas, hal itu benar-benar pemborosan.
4.
Kepercayaan
Kepercayaan adalah value positif
yang sangat diperlukan untuk sesuatu keberhasilan proses belajar mengajar.
Hal ini harus benar-benar dijadikan
penggerak segala kegiatan dan interaksi yang terjadi antara guru-pembelajar dan
pembelajar dengan sesamanya. Kepercayaan yang diberikan oleh seorang guru
kepada muridnya akan membangkitkan keyakinan pada diri mereka. Pada tahap selanjutnya
ini akan meningkatkan rasa percaya diri (level of self-confidence)
mereka dalam belajar.
5.
Kerja
Sama
Kerja sama antara guru dan para pembelajar
dalam bereksplorasi ke cara-cara baru, sangatlah dianjurkan, agar keengganan
dan rada was-was, baik di diri siswa dan sang guru sendiri bisa dilenyapkan dan
digantikan oleh perasaan tertantang untuk mencoba-nya.
6.
Saling
Berbagi
Tidak diragukan lagi bahwa para pembelajar
yang diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri secara bermakna, mempunyai
peluang atau kecendrungan lebih kecil melakukan tindak kekerasan fisik karena
dorongan hatinya.
7.
Saling
Memotivasi
Motivasi. Jadi motivasi adalah rasa
antusias atau keinginan yang kuat yang membuat
kita membulatkan hati untuk
mengerjakan sesuatu atau alasan yang membuat kita melakukan sesuatu. Keinginan
yang kuat ini jelas datang tidak hanya
dari dalam diri kita (internal) namun juga dari luar diri (external).
Tujuan-tujuan (goals) yang menjadi target kita adalah pemicunya. Semakin
besar tujuan kita, semakin besar pula
motivasi yang kita miliki.
8.
Saling
Mendengarkan
Memang pada saat kita bicara, kita cuma
mengatakan sesuatu yang sudah kita
ketahui, namun ketika kita mendengarkan kita belajar sesuatu yang diketahui
orang lain. Mendengar-kan adalah proses belajar yang sangat penting dalam
kehidupan seseorang. Kebiasaan ini memiliki andil dalam membentuk karakter dan
masa depan kita.
Mampu
mendengarkan orang lain dengan sikap simpatik dan penuh pengertian hubungan
mekanisme paling efektif di dunia untuk memiliki hubungan baik dengan orang dan
menjalin persahabatan yang abadi.
Pendengar yang
baik adalah pendengar yang memandang permasalahan dari sudut pandang pembicara, sehingga yang ada cuma empati dan
keberpihakan yang positif (penghargaan), bukan menghakimi, atau meremehkan.
Kebijaksanaan dan kemata-ngan kepribadian seseorang memang terlihat dari
kemampuannya untuk menjadi pendengar yang baik.
9.
Saling
Berinteraksi Secara Positif
Interaksi ini tentu saja tidak akan jalan
tanpa keteladanan dari sang pengajar. Hal ini dijadikan sebagai parameter bagi
setiap individu yang ada di dalam kelas. Pada tahap selanjutnya interaksi yang
konstruktif ini akan menjadi sikap positif yang dibawa oleh para pembela-jar
keluar sekolah dan menjadi bekal mereka
untuk bergaul dengan lingku-ngannya. Alfred Alder (1870-1937), seorang ahli
jiwa berkebangsaan Jerman, bertutur, “Persoalan pokok kehidupan ialah sikap
terhadap orang lain”.
10.
Saling
Menanamkan Nilai Moral
Nilai-nilai moral seperti kejujuran,
komitmen, integritas, niat baik, kebijaksanaan, kesederhanaan, kerendahan hati,
kederma-wanan, tanggung jawab, objektivitas, kepedulian, optimisme, disiplin,
toleransi, jiwa besar, keberanian, kesabaran, kepercayaan diri dan lain-lain
adalah bersifat universal. Nilai-nilai ini jelas sangat penting bagi setiap
orang yang ingin sukses dalam hidupnya. Nilai-nilai ini harus ditanamkan di
jiwa sanga pembelajar setiap saat, sehingga ini menjadi bagian dari dirinya.
11. Saling Mengingatkan Dengan Ketulusan Hati
Seringkali sebagai manusia biasa kita
melakukan kesalahan. Kesalahan yang memang kerap tidak disengaja. Baik
kesalahan kecil maupun yang bersifat prinsipil. Untuk mengantisipasi
kemungkinan kealfaan ini, maka pada pilar ke-11 ini, dikedepankan usaha untuk
saling mengingat-kan dengan ketulusan hati. Artinya, bahwa setiap individu
pembelajar berkewajiban untuk saling memberitahu dan mengingatkan dengan arif
kepada sesamanya untuk terus bersikap positif dan konstruktif dalam menyikapi
segala hal.
12.
Saling
Menularkan Antusiasme
Mengapa antusiasme itu sangat penting
dalam kehidupan? Norman V Peale mengatakan, “ Ada keajaiban sejati dalam
antusiasme. Dia membedakan antara orang kebanyakan dan orang sukses.”
Kesuksesan yang dicapai oleh setiap orang tentu saja diawali dengan sebuah
antusiasme yang besar. Prestasi-prestasi yang spektakuler, yang luar biasa
tentu saja dicapai dengan rasa antusias yang luar biasa pula.
Tantang antusiasme
ini Shiv Khera, mengingatkan kita,” Hiduplah selagi Anda hidup. Jangan
meninggal sebelum Anda mati. Antusiasme dan keinginan dapat mengubah kekurangan
menjadi keunggulan. Air berubahn menjadi uap hanya dengan perbedaan suhu satu
derajat dan uap dapat menggerakkan mesin terbesar di dunia sekali pun. Seperti
itulah, antusiasme membantu kita melakukan sesuatu dalam hidup kita”.
13.
Saling
Menggali Potensi Diri
Potensi anak bangsa harusnya mampu kita
gali melalui jenjang pendidikan yang
mereka lalui bertahun-tahun, sehingga
pada saatnya akan benar-benar terlahir generasi yang mampu mengatasi
beraneka ragam per-masalahan, baik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat
skala nasional yakni masalah yang
dihadapi oleh bangsa dan negaranya.
14.
Saling
Mengajarkan Dengan Kerendahan Hati
Hal ini hampir sama dengan pilar
sebelumnya, saling menggali potensidiri. Namun, pada pilar ini lebih difokuskan
pada kemampuan mentransfer ilmu, karena ini juga merupakan keahlian yang perlu
diasah oleh setiap individu pembelajar. Kemampuan untuk menyampaikan hal yang
harus dipahami oleh setiap orang. Pada
hakikatnya setiap orang bisa menjadi guru bagi orang lain.
15.
Saling
Menginspirasi
Baik, kita akan mulai dengan beberapa
pandangan tentang inspirasi. ada sahabat yang mengatakan, “inspirasi adalah
jiwanya sebuah karya besar!” sebagian yang lainnya bertutut, bahwa tanpa
inspirasi tak akan ada pencapaian luar biasa di bumi ini. Beberapa teman juga mendefinisikan inspirasi sebagai
perasaan antusias untuk melakukan sesuatu akibat peristiwa atau
kejadian-kejadian di luar diri seseorang. Namun tak sedikit pula yang
kebingungan mengartikan inspirasi. Katanya
inspirasi lebih dari keinginan hati yang menggebu akibat pengaruh
lingkungan.
16.
Saling
Menghormati Perbedaan
Perbedaan selayaknya disyukuri. Karena
perbedaan a kan memperkaya khasanah jiwa kita. Perbedaan sudah pada
tempatnyalah untuk dijadikan bahan rujukan terhadap metode pengajaran kita,
sehingga teknik mengajar kita akan lebih bervariasi, dan yang pasti mampu
mengakomon-dasikan setiap keunikan tersebut.
BAB
IX
PROFESI
KEPENDIDIKAN
PROBLEMA, SOLUSI DAN REFORMASI
PENDIDIKAN DI INDONESIA
9.1 Sepuluh Perubahan
Pendidikan Untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia
Seberapa jauh pendidikan mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM)
kita dan jati diri bangsa dalam mengembangkan demokrasi dan memupuk persatuan
bangsa? sebuah pertanyaan yang sering terlontarkan, terkesan bernada klise,
namun memiliki jangkauan yang dalam.
a.
Pendidikan Sebagai Proses Pembebasan
Pendidikan kita masih terkesan
sebagai pendidikan yang membelenggu. Pembelengguan ini bersumber dari ketidak
jelasan visi dan misi pendidikan kita, juga adanya pratik sentralisasi dan uniformitas,
serta sistem pendidikan dengan konsep delivery system (sistem
penyampaian atau pemberitaan).
b.
Pendidikan Sebagai Proses
Pencerdasan
Banyak pihak yang mengecam pendidikan kita dirasakan sebagai sebuah
proses pembodohan. Hal ini tidak hanya terbatas di sekolah saja, tetapi juga
terasa sekali dalam praktik kehidupan masyarakat. Yang menjadi masalah adalah
mereka yang menjadi penyebab kebodohan ini tidak merasakan bahwa ia telah
melakukan pembodohan kepada masyarakat. Pemutarbalikan fakta yang dilegitimasi
melalui lembaga-lembaga formal adalah contoh pembodohan masyarakat yang paling
riil. Pembodohan di sekolah terjadi dari praktik instruksional yang sama, yakni
dengan interaksi verbal vertikal.
c.
Pendidikan Menjujung Tinggi Hak-hak Anak
Di negara hak-hak anak terkesan dirampas. Hal ini disebabkan karena masyarakat
menjadikan sekolah sebagai panggung pentas, bukan sebagai tempat latihan maupun
laboratorium belajar. Pembelajaran di sekolah diharapkan oleh orang tuanya
memperoleh rangking atas sehingga anak dikursuskan di luar sekolah. Anak
diharuskan mendapat nilai yang baik.
d.
Pendidikan Menghasilkan Tindak Perdamai-an
Pendidikan adalah proses pemberdayaan, yang diharapkan mampu
memberdayakan peserta didik menjadi manusia yang cerdas, manusia berilmu dan
berpengetahuan, serta manusia terdidik. Pemberdayaan siswa, misalnya dilakukan
melalui proses belajar, proses latihan, proses memperoleh pengalaman, atau
melalui kegiatan lainnya. Melalui proses belajar mereka diharapkan memperoleh
pengalaman memecahkan masalah, pengalaman etos kerja, dan ketuntasan bekerja
dengan hasil yang baik. Melalui proses belajar, mereka juga diharapkan
memperoleh pengalaman mengembangkan potensi mereka serta melakukan pekerjaan
dengan baik, dan mampu bekerja sama dalam kemandirian.
e.
Pendidikan Anak Berwawasan Integratif
Integrasi dari keseluruhan itu seharusnya menjadikan pembelajaran sebagai
manusia yang utuh. Dimanapun, kapanpun, ia dapat menampilkan diri sebagai sosok
yang menampilkan satuan psiko fisik, bukan sebagian-sebagian. Dimanapun,
kapanpun, ia membawa kesatuan dari manusia terdidik, sebagai manusia berilmu
dan bepengetahuan, serta sebagai manusia beragama. Ia tidak hanya anti terhadap
orang lain yang bertindak kejahatan,tetapi walaupun ia memiliki kesempatan
untuk itu, ia tidak akan berbuat kejahatan tersebut.
f.
Pendidikan Membanggun Watak Persatuan
Belajar dengan pendekatan kelompok memiliki peranan penting. Pelajaran
sejarah yang seharusnya mampu dimanfaatkan sebagai alat pendekatan mengenai
karakteristik bangsa masih terlalu menjadi bahan hafalan. Pelajaran geografi
yang seharusnya mampu membangun kesadaran kita untuk memahami karakteristik
tanah air dan cinta tanah air, juga masih menjadi bahan yang menjadi beban
hafalan.
g.
Pendidikan Menghasilkan Manusia Demo-kratis
Pendidikan saat ini masih terlihat otoriter, baik manajemen, interaksi
maupun transaksi, proses, keududukan, maupun substansinya. Pengalaman
Demokratis tidak pernah diperoleh pembelajaran dalam hidup sehari-hari. Mereka
hanya memahaminya secara tekstual. Dalam praktik, kedudukan substansi dan
proses pembelajaran kita masih berorientasi vertikal. Seharusnya dalam
pendidikan kedudukan substansi dan proses pembelajaran harus berjalan dan
berorientasi vertikal maupun horizontal. Hal ini supaya fungsional proses
pembelajaran (intruksional) ini yang akan menghasilkan perolehan tujuan
intruksional.
h.
Pendidikan Menghasilkan Manusia yang Peduli Terhadap Lingkungan
Sikap otoriter dalam sistem pendidikan kita membuat anak menjadi manusia
yang patuh. Namun di sisi lain, sistem yang membelenggu itupun akan berakibat
anak menjadi pemberontak. Lalu yang disalahkan adalah budi pekerti. Anak tidak
terangsang untuk peduli lingkungan, karena sumber pendidikan satu-satunya
adalah teks. Pengalaman anak yang begitu
beragam dan sangat berharga, jarang dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
Evaluasi keberhasilan juga sangat ditentukan oleh ukuran tekstual, bukan
konseptual. Sehingga anak dijadikan sebagai korban untuk kurikulum, bukan
kurikulum untuk anak. Dapat dimaknai bahwa anak diarahakan pada tekstual
sentris, yang menjauhkan diri mereka dari keadaan nyata di lingkungan. Inilah
yang masih terjadi dalam sistem pendidikan kita.
i.
Sekolah Bukan Satu-satunya Instrumen Pendidikan
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada
dasarnya merupakan undang-undang pendidikan disekolah, bukan sistem pendidikan
nasional. Hal ini dikarenakan undang-undang tersebut hanya mengatur sistem
pendidikan di sekolah, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi,
yang akibatnya sekolah menjadi gudang tuntutan semua muatan pendidikan, sampai
akhirnya menjadi rancu.
j.
Latihan
1. Jelaskan mengapa pendidikan di Indonesia perlu
dilakukan perubahan!
2. Kemukakan aspek-aspek apa yang perlu dilakukan
perubahan pada sistem pendidikan di Indonesia!
3. Berikan contoh tentang kesalahan-kesalahan yang
dilakukan dalam pendidikan di Indonesia!
BAB
X
PROFESSIONAL
GURU
10.1
Hakikat
Profesi Guru
Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di
luar bidang pendidikan. Untuk seorang guru perlu mengetahui dan dapat
menerapkan beberapa prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, yaitu sebagai berikut :
1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta
didik pada materi pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang
bervariasi.
2. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik
untuk aktif dalam berfikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
3. Guru harus dapat membuat urutan (sequence)
dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas
perkembangan peserta didik.
4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan
diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan
apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajaran yang
diterimanya.
5. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran,
diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga
tanggapan peserta didik menjadi jelas.
6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi
atau hubungan antara mata pelajaran dan atau
praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para
peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara
langsung, mengamati atau meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapat.
8. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam
membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas.
9. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan
peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya
tersebut.
BABXI
JABATAN
PROFESIONAL DAN
TANTANGAN
GURU DALAM PEMBELAJARAN
11.1Kegiatan
Guru Dalam Pembelajaran
a.
Pola
pembelajaran yang efektif
Adanya banyak
jalur untuk belajar. Biasanya guru menyajikan informasi kepada sejumlah siswa
dengan menggunakan metode ceramah, berbicara dengan informal, menulis di papan tulis,
memperagakan, dan menggunakan bahan pandang dengar.
Siswa belajar
mandiri sesuai dengan kecepatannya dengan cara membaca, mengerjakan tugas pada
lembar kerja, memecahkan masalah, menulis laporan pratikum, dan barangkali
menonton film serta menggunakan bahan pandang dengar lainnya. Intraksi antar
guru degan siswa dan antar siswa terjadi melalui tanya jawab, diskusi, kegiatan
kelompok kecil, tugas yang harus diselesaikan, dan laporan
Ketiga pola ini
(penyajian dikelas, belajar mandiri, dan interaksi guru-siswa) adalah kategori
yang mengelompokan sebagian besar metode pengajaran dan pembelajaran. Kita
tidak dapat menggunakan ketiga pola ini dengan sembarangan ketika merencanakan
program pengajaran. Mengapa? ada berapa alasannya.
Pertama,
dari pengetahuan tentang gaya belajar, kita tahu bahwa, baik metode kelompok
maupun metode mandiri harus digunakan.
Kedua,
kondisi dan asas belajar menyebabkan kita tanggap akan perlunya memilih metode
yang memberi peluang untuk peran serta yang aktif dari pihak siswa dalam segala
kegiatan belajar.
Ketiga,
jika kita siap menggunakan teknologi pengajaraan yang baru (TV, Komputer, dan
lain-lain), penekanan biasanya diberikan pada penyajian kelompok, atau pada
kegiatan belajar mandiri.
Kempat,
ada persoalan dalam keefisienan dalam menggunakan waktu guru dan waktu siswa,
sarana, dan peralatan. Untuk tujuan tertentu mungkin lebih efisien apabila guru menyajikan informasi
kepada seluruh kelas secara serempak (dengan jumlah siswa berapa saja) daripada
menguasai siswa dengan mempelajari bahan secara mandiri.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) 2000-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta
masyarakat perlu dibentuk Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten atau komite
sekolah di tingkat satuan pendidikan. Amanat rakyat dalam Undang-Undang
tersebut telah ditindak lanjuti dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.
b.
Penyususnan
Rencana Dan Program
Sebagai
penyelenggara dan pelaksana kebijakan pendidikan nasional, sekolah bertugas
menjabarkan kebijakan pedidikan nasional menjadi program-program operasional
penyelenggaraan pendidikan dimasing-masing sekolah. Program-program tersebut
terdiri dari penyusunan dan pelaksanaan rencana kegiatan mingguan, bulanan,
semesteran serta tahunan yang sesuai dengan arah kebijakan serta kurikulum yang
telah ditetapkan, baik pada tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota.
c.
Penyusunan
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
Dalam fungsinya
sebagai pelaksanaan pendidikan yang otonom, sekolah berperan dalam menyusun
RAPBS setiap akhir tahun ajaran untuk digunakan dalam tahun ajaran berikutnya.
Program-program yang sudah dirumuskan untuk satu semeter atau satu tahun ajaran
kedepan perlu dituangkan kedalam kegitan-kegiatan serta anggarannya
masing-masing sesuai dengan pos-pos pengeluaran pendidikan di tingkat sekolah.
d.
Pelaksanaan
Program Pendidikan
Sistem
pendidikan pada orde baru, pelaksanaan pendidikan secara langsung dikendalikan
oleh sistem birokrasi dengan mata rantai yang panjang dari tingkat pusat,
daerah, bahkan sampai tingkat satuan pendidikan. Pada waktu itu,
sekolah-sekolah adalah bagian dari sistem birokrasi yang harus tunduk terhadap
ketentuan birokrasi.
Dalam masa
desentralisasi pendidikan kedepan, melalui paradigma MBS sekolah-sekolah
diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan
pendidikan pada masing-masing sekolah. Pelaksanaan pendidikan di
sekolah-sekolah dalam tempat yang berlainan dimungkinkan untuk menggunakan
sistem dan pendekatan pembelajaran yang berlainan. Kepala sekolah diberi
keleluasaan untuk mengelola pendidikan dengan jalan mengadakan serta manfaat
sumber-sumber daya pendidikan sendiri-sendiri asalkan sesuai dengan kebijakan
dan standar yang ditetapkan oleh pusat.
e.
Akluntabilitas
Pendidikan
Pada masa orde
baru, satu-satunya pihak yang berwenang untuk meminta pertanggungjawaban
pendidikan sekolah-sekolah adalah pemerintah pusat. Dalam era demokrasi dan
partisipasi, akuntabilitas pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah,
tetapi bahkan harus lebih banyak pada masyarakat sebagai stakeholder
pendidikan. Dewan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota perlu menepatkan fungsinya
sebagai wakil dari masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban atas pendidikan
dalam mencapai prestasi belajar murid-murid pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan
11.2Penutup
Keberhasilan
dalam pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah sebuah
keniscayaan yang perlu dilakukan secara teliti, cermat, dan terus- menerus.
Namun perlu diwaspadai, pemberdayaan DP dan KS tersebut tidak mengarah pada
perwujudan birokrasi baru. Yang diharapkan justru sebaliknya, kehadiran DP dan
KS adalah untuk mengurangi bahkan mengikis sebagai dampak negatif dari
birokrasi yang sangat menggejala dimasa-masa lalu. Sesuai dengan undang-undang
yang berlaku, pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi
juga adalah menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat. DP dan KS pada
intinya adalah wakil masyarakat dan keluarga yang dapat menjadi jalan masuk
yang tepat agar masyarakat yang berlangsung disekolah-sekolah yang ada
dilingkungannya masing-masing.
BAB XII
PERAN
TEKNOLOGI
DALAM
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
12.1
Dasar Pemikiran Perlunya Teknologi Dalam Pendidikan
Dalam UU No.2
tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional pasal 4 menegaskan paling tidak
terdapat dua tujuan pendidikan nasional, yaitu memiliki pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Soedijarto (1993 : 70) pendidikan nasional selain bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa masih dituntut pula untuk: (1) meningkatkan
kualitas manusia, (2) meningkatkan kemampuan manusia termasuk kemampuan
mengembangkan diri, (3) meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia, dan
(4) ikut mewujudkan tujuan nasional. Dengan menyadari hal tersebut,
pengembangan kurikulum perlu selalu berorientasi pada perkembangan zaman dan
masyarakat.
Pasal 37 UU No.2
tahun 1989, menyiratkan kaidah-kaidah bahwa kurikulum harus dapat memberikan
suatu pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta didik untuk dapat: (1)
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan serta kemampuan
mengembangkan diri, (2) kemampuan akademik dan atau profesional, untuk menerapkan,
mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, maupun untuk
kesenian(soedijarto,1993:47).
Ki Hajar Dewantara (1946:15 )
menyatakan bahwa kebudayaan merupakan faktor penting sebagai akar pedidikan
sutu bangsa. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam pengembangan kurikilum,
kedudukan kebudayaan merupakan variabel yang penting. Print (1946:15)
mengatakan pentingnya kebudayaan sebagai landasan bagi pengembangan kurikulum
dan kurikulum adalah konstruksi dari suatu kebudayaan.
Winarno surakhmad
(2000: 4) mengatakan bahwa kurikulum masa depan adalah kurikulum yang
mengutamakan kemandiriran dan menghargai kodrat, hak, serta prestasi manusia. Landasan
lain yang diperlukan dalam pengembangan kurikulum adalah teori belajar, yaitu
tentang bagaimana peserta didik belajar. Banyak sekali teori belajar yang di
kenal saat ini. Teori-teori tersebut dikembangkan terutama dari psikologi,
Ratna Wilis Dahar (1989) antara lain menyebutkan: (1) Behaviorisme Ivan Pavlov:
Classical Conditioning ; E. L. Thorndike: hukum pengaruh; B. F. Skinner:
operant conditioning ), (2) Cognintive (Akomodasi dan Asimilasi
dari piaget ; belajar bermakna dari Ausubel; Skemata), dan sebagainya tentu
saja amat berguna dalam pengembangan kurikulum.
Marpaung
(2000:2) dalam hasil wawancaranya dengan guru antara lain: menyebutknya bahwa
apabila siswa ditanya oleh guru dan apabila pertanyaan yang diajukan oleh guru
agak sulit dan mereka tidak yakin bahwa jawabannya benar maka mereka akan diam.
Hasil penelitian Munawir Yusuf (1997: iii) menyebutkan bahwa terdapat : (a) 68
% siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca, (b) 71,8 % kesulitan belajar
menulis, dan (c) 62,2 % kesulita belajar berhitung. Dua contoh tersebut
merupakan satu dari masalah yang berkaitan dengan hal “bagaiman” seharusnya
memperoleh perolehan sehingga peserta didik diajak untuk berpikir dan
menghayati bahan ajarnya.
Gencarnya
pekembangan iptek menuntut adanya manusia-manusia yang kreatif agar mereka
dapat memasuki dunia yang amat kompetitif. M.s.u. Munandar (1987:56-59) mengemukakan
bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan
data. Informasi, atau unsur yang ada.
Dapat
disimpulkan bahwa pengembangan kurikululm pendidikan teknologi untuk siswa
dijenjang pendidikan dasar tampaknya merupakan salah satu alternatif yang dapat
mengatasi masalah berkaitan dengan kebudayaan teknologi. Pendidikan teknologi
pada hakikatnya merupakan materi pembelajaran yang mengacu pada bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi dimana peserta didik diberi kesempatan untuk membahas
masalah teknologi dan kemasyarakatan, memahami dan menangani peralatan hasil
teknologi, memahami teknologi dan dampak lingkungan, serta membuat
peralatan-peralatan teknologi sederhana melalui kegiatan-kegiatan merancang dan
membuat (BTE, 1998:7).
makasih pak artikelnya bisa jadi tambahan referens saya!
AntwoordVee uit